Lihat ke Halaman Asli

KKM dan Disorientasi Pendidikan Dasar

Diperbarui: 2 April 2018   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan oleh pemerintah sejak dua tahun silam nampaknya semakin hari kian menunjukkan arah yang tidak jelas. Alih -- alih berusaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya nilai -- nilai budi pekerti sejak dini, pemerintah justru terkesan mencari celah  untuk memaksakan kebijakan yang jelas -- jelas bertentangan dengan tujuan yang hendak dicapai. Tuntutan akademik pun lagi -- lagi menjadi "teror" yang menakutkan bagi siswa dan membelenggu kreativitas guru dalam mendidik tunas -- tunas bangsa. Tak heran apabila upaya untuk menanamkan kecintaan anak terhadap dunia belajar pun kian sulit untuk dilaksanakan.

Adapun penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada jenjang pendidikan dasar (SD) merupakan kendala utama bagi guru dalam menanamkan nilai -- nilai karakter kepada anak didiknya. Adanya aturan yang mengharuskan anak untuk tinggal kelas apabila tidak berhasil mencapai ketuntasan pada tiga mata pelajaran menjadikan nilai akademik kembali menjadi tujuan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Padahal, Presiden Joko Widodo sendiri menyampaikan, 70 persen muatan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar hendaknya ditujukan pada pembentukan karakter anak.

Pada dasarnya, ada tiga faktor yang dijadikan dasar dalam menentukan KKM, yaitu intake (rata -- rata kemampuan) siswa, kompleksitas, serta daya dukung. Intake sejatinya merupakan gambaran tentang kemampuan siswa pada kelas sebelumnya ataupun berdasarkan hasil psikotest (untuk sekolah swasta) pada saat proses penerimaan siswa baru. 

Persoalan muncul manakala pemerintah hanya menjadikan usia anak sebagai syarat utama untuk  masuk SD, bukan kesiapan anak untuk menjalani kehidupan barunya. Pemerintah melarang pihak Sekolah Dasar untuk menggelar tes seleksi bagi calon peserta didiknya. Akibatnya, guru pun dipaksa untuk mengolah "bahan baku" yang tidak seragam itu agar menjadi sebuah "produk" dengan kualitas yang relatif sama.

Adanya aturan yang kontraproduktif antara kebijakan terkait PPDB dengan pemberlakuan KKM sebagaimana dijelaskan oleh penulis di atas pada akhirnya mengakibatkan proses pembelajaran di Sekolah Dasar kehilangan orientasi. Pemberlakuan KKM pada jenjang pendidikan dasar secara tidak langsung akan merenggut keceriaan anak sekaligus membelenggu kreativitas guru dalam melahirkan generasi unggul berkarakter. 

Upaya penanaman nilai -- nilai budi pekerti serta kecintaan anak terhadap dunia belajar harus terhenti akibat paradigma (keliru) yang dianut oleh pemerintah dalam memandang keberhasilan proses pembelajaran. Adapun mengkatrol nilai anak akan kembali menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh guru -- guru kita.

Untuk dapat mengimplementasikan pendidikan karakter di Sekolah Dasar, pemerintah diharapkan mampu memainkan perannya dalam merancang sebuah kurikulum pendidikan dasar yang benar-benar berorientasi pada pembentukan karakter peserta didik. Pemberlakuan KKM untuk tiap mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar hanya akan menyempitkan makna maupun tujuan pendidikan yang sebenarnya. 

Sebaliknya, aspek kepribadian seperti ketaatan mereka dalam beribadah maupun pengamalan norma-norma sosial lainnya sebaiknya mendapatkan porsi yang semestinya.  Dengan demikian, penguatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar pun benar-benar dapat terlaksana dan tidak hanya sebatas wacana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline