Guru honorer yang saat ini mengabdi di sekolah-sekolah nampaknya harus mengencangkan ikat pinggang lebih lama saat menjalankan tugasnya. Pasalnya, janji pemerintah untuk memperbaiki nasib mereka hingga saat ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera terwujud. Sebaliknya, beratnya himpitan ekonomi semakin dirasakan oleh para guru non – PNS yang jumlahnya hampir mencapai setengah dari keseluruhan guru di tanah air. Pernyataan tersebut disampaikan oleh ketua umum PB-PGRI Sulistyo saat berada di kantornya beberapa waktu lalu.
Menurut Sulistyo ada tiga janji yang pernah disampaikan oleh Mendikbud saat dirinya baru dilantik oleh presiden Joko Widodo. Pertama, pada peringatan Hari Guru Nasional tahun 2014 lalu Mendikbud Anies Baswedan berjanji akan memberlakukan upah minimum bagi guru sebagaimana UMR atau UMK yang diperoleh buruh. Saat ini banyak guru honorer yang telah lama mengabdi di sekolah-sekolah dengan gaji yang seadanya atau sangat jauh dari standar hidup layak. Tak heran apabila banyak guru honorer memiliki “jabatan rangkap” sebagai pedagang maupun tukang ojek. Hal ini tentunya akan berdampak kurang baik terhadap kinerja mereka dalam mendidik anak.
Kedua, selain akan menerapkan upah minimum bagi guru honorer Mendikbud pun pernah berjanji akan mengupayakan pengurangan beban hidup guru. Pemerintah akan bekerjasama dengan pihak lain (perusahaan) untuk memberikan kemudahan bagi guru seperti memberikan harga tiket khusus bagi guru yang akan bepergian menggunakan kendaraan umum maupun memberikan diskon khusus untuk pembelian barang-barang tertentu. Kenyataannya, biaya hidup guru justru semakin membengkak, terlebih setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang memangkas alokasi anggaran untuk gaji guru honorer dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar lima persen dari tahun sebelumnya.
Ketiga, untuk memperbaiki tata kelola guru pemerintah pun berjanji akan membentuk Direktorat Jendral khusus yang bertugas menangani segala permasalahan guru. Namun, setelah beberapa bulan terbentuk, lembaga yang baru didirikan ini pun belum dapat dirasakan keberadaannya oleh guru. Bahkan, tidak sedikit guru yang telah mengabdi selama bertahun-tahun harus kehilangan tunjangan sertifikasinya akibat berubah-ubahnya peraturan pemerintah.
Menyikapi kondisi di atas, alangkah bijaknya apabila pemerintah dalam hal ini Mendikbud segera merealisasikan janji-janji yang pernah diucapkannya. Guru sejatinya merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan oleh karenanya perlu diperhatikan segala kebutuhannya. Di tangan mereka lah masa depan bangsa yang besar ini dipertaruhkan. Dengan memuliakan guru sesungguhnya pemerintah telah berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik. Pada akhirnya, bangsa ini pun akan mampu memberikan “mata air” bagi generasi selanjutnya dan bukan mewariskan “air mata”.
Ramdhan Hamdani
www.pancingkehidupan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H