Pendaftaran untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015 baru saja dibuka. Persiapan pun tengah dilakukan oleh Kemenristek DIKti serta Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyambut hajatan tahunan tersebut. Hasilnya, ada beberapa komponen yang dijadikan bahan penilaian dalam proses seleksi tahun ini, antara lain : hasil akreditasi sekolah, nilai Ujian Nasional siswa serta rekam jejak (track record) kakak kelasnya saat menempuh kuliah di PTN yang dituju. Dengan dipertimbangkannya berbagai komponen tersebut, diharapkan PTN pun dapat memperoleh mahasiswa yang benar-benar layak untuk duduk di bangku kuliah.
Dalam pandangan penulis, dijadikannya rekam jejak alumni sekolah sebagai salah satu pertimbangan kelulusan merupakan kebijakan yang tepat. Hal ini dikarenakan nilai akademik siswa yang tertera pada raport tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk mengukur kemampuan akademik siswa yang sebenarnya. Banyaknya sekolah yang mengisi data tidak sesuai dengan raport menunjukkan bahwa nilai tersebut rawan terjadi kesalahan atau bahkan sengaja dimanipulasi. Sebagai catatan, tahun lalu saja sebanyak 72 sekolah yang mengisi data tidak sesuai dengan nilai raport sebenarnya, baik karena kesalahan saat pengisian maupun sengaja dimanipulasi. Akibatnya, sebanyak 10 sekolah tidak dapat diikut sertakan dalam SNMPTN undangan untuk tahun ini.
Adapun nilai UN yang dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam SNMPTN tahun ini semakin membuat proses seleksi menjadi lebih tidak objektif. Selain validatasnya dalam mengukur kemampuan anak masih diragukan serta menuai pro dan kontra hingga hari ini, kejujuran dalam proses pelaksanaannya pun masih menjadi tanda tanya. Oleh karenanya menjadikan nilai UN sebagai salah satu pertimbangan dalam SNMPTN bukanlah kebijakan yang tepat.
Untuk mengetahui kualitas siswa sebuah sekolah yang mendaftar pada perguruan tinggi, kita bisa melihat rekam jejak alumninya selama kuliah di perguruan tinggi tersebut. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) selama tiga semester yang diperoleh oleh mahasiswa asal sekolah yang mendaftar setidaknya memberikan gambaran akan kualitas maupun integritas almamater mereka. Hal ini dikarenakan baik atau tidaknya prestasi akademik mereka selama duduk dibangku kuliah sejatinya mencerminkan kondisi sekolah yang sebenarnya. Oleh karenanya melihat output secara langsung di lapangan tentunya akan lebih objektif dibandingkan dengan hanya melihat angka-angka yang tertulis diatas kertas. Bukankah kompetensi jauh lebih baik daripada sertifikasi ?
Berdasarkan penjelasan tersebut sudah saatnya perguruan tinggi negeri mulai mempertimbangkan rekam jejak alumni sekolah-sekolah yang mengikuti SNMPTN sebagai salah satu bahan pertimbangan utama dalam menerima calon mahasiswa barunya. Dengan mengenal rekam jejak mereka setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran awal tentang kualitas generasi berikutnya yang berasal dari sekolah mereka. Dengan begitu proses seleksi yang bertujuan untuk memilih siswa-siswa terbaik pun dapat dilaksanakan secara objektif.
Ramdhan Hamdani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H