ADA banyak hal atau masalah yang menjadi sorotan masyarakat terkait penyelenggaraan ibadah haji selama ini. Bahkan, ibarat penyakit yang sudah menahun, kronis, berbagai permasalahan itu oleh Kementerian Agama, nyaris tak lagi dianggap sebagai masalah. Sebut contoh, daftar tunggu calon haji yang sudah begitu panjang, dianggap lumrah sehingga tak ada keinginan untuk melakukan moratorium walau masyarakat menuntutnya.
Ketertutupan dalam penentuan komponenan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang dulu bernama ONH, pengelolaan dana awal setoran, pengelolaan dana awal dari yayasan-yayasan pembimbing haji, ketertutupan mengenai waiting list calon haji, pengelolaan sisa quota tiap tahun, masalah pemondokan di Arab Saudi, masalah katering, efektivitas pengelolaan asrama haji, dlsb, sampai kepada pengelolaan dana secara keseluruhan termasuk dana abadi umat, adalah juga masalah-masalah yang sudah sejak lama menjadi sorotan masyarakat.
Masyarakat sudah lama curiga, bahkan mungkin juga sudah tidak percaya kepada Kementerian ini. Toh kasus korupsi yang terungkap terkait urusan haji ini pun, silih berganti, sudah sejak lama pula. Akibat tingginya kecurigaan terkait urusan haji ini, sampai-sampai sebagian masyarakat pernah memunculkan ide atau gagasan yang sama sekali tak ada relevansinya dengan masalah haji, yaitu agar Kementerian Agama dihapus saja.
Selain anggarannya yang sangat besar (bandingkan dengan Kementerian lain), diargumenkan bahwa rakyat pun sesungguhnya tidak butuh Kementerian Agama. Agama adalah urusan pribadi, bukan negara. Ide yang menurut pandangan kita bisa menimbulkan kecurigaan dan reaksi umat. Itu sebabnya, kerendahan hati Menteri Agama yang baru, Lukman Hakim Saifuddin, mendatangi kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) setelah lebih dulu mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi patut kita apresiasi.
Selama ini, salah satu penyakit birokrasi yang dapat dikemukakan melalui forum ini adalah, adanya sikap merasa paling tahu dari kalangan birokrat itu sendiri. Dalam banyak hal, apabila muncul sorotan atau kritik dari masyarakat terhadap kinerjanya, sering pejabat para pengambil keputusan di birokrasi merasa, bahwa sesungguhnya masyarakat tidak tahu apa-apa terkait apa yang disorot atau dikritisinya.
Sebaliknya, harus jujur diakui,di tengah masyarakat juga tak jarang muncul penyakit merasa lebih tahu, merasa tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi sebuah masalah. Sama dengan sindrom penonton sepak bola, yang merasa lebih tahu dari 22 orang yang sedang bermain, ke mana bola harus digiring, kapan menendang, dan kapan menciptakan gol.
Kondisi seperti itulah yang sering terjadi. Sikap merasa paling tahu dan lebih tahu antara pejabat birokrasi dengan masyarakat, yang terkadang bisa membuat runyam. Kondisi inilah yang harus segera diatasi. Dalam pandangan kita, satu-satunya cara efektif dan efisisen yang bisa ditempuh adalah dengan transparansi.
Transparansi atau keterbukaan, adalah kata kunci untuk bisa menghindarkan diri dari kecurigaan, menhindarkan diri dari cemoohan, menghindarkan diri dari tuduhan yang bukan-bukan, bahkan dapat menghindarkan diri dari perbuatan korupsi. Transparansi adalah syarat mutlak akuntabilitas.
Namun bicara transparansi atau keterbukaan tentu tak bisa hanya dengan tekad dan kemauan semata. Transparansi memerlukan kajian-kajian guna perbaikan sistem. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, transparansi butuh profesonalisme. Sebab, pengalaman menunjukkan, sering di dalam praktik, ketertutupan terjadi – selain karena sikap atau mentalitas -- juga karena ketidakprofesionalan aparat.
Karena itu kita berharap, kunjungan Menteri Agama ke KPK dan ICW yang membawa semangat keterbukaan, seyogianya juga dibarengi dengan keinginan menempatkan orang-orang profesional menangani berbagai bidang penting, yang bisa memperbaiki citra Kementerian Agama, khususnya terkait penyelenggaraan ibadah haji. Semoga semangat itu bukan hanya sebatas simbol saja. (ras)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H