Lihat ke Halaman Asli

Ini Ramadhanku, Mana Ramadhanmu?

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh rugi seseorang ketika (nama)ku disebut di sampingnya tetapi dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan, lalu Ramadhan itu berlalu darinya sebelum dosa-dosa dirinya diampuni, dan sungguh rugi seseorang yang mendapati kedua orang tuanya dalam keadaan renta, tetapi keduanya tidak (menjadi sebab yang) memasukkannya ke dalam surga. Rib’i berkata: Aku tidak tahu kecuali dia berkata: Atau salah satu dari kedua orang tuanya.”(HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hakim)

Seperti itulah Nabi Muhammad SAW mendefinisikan orang yang merugi. Merugi yang dimaksud di sini bukanlah rugi dalam perniagaan atau dalam persoalan duniawi, melainkan merugi apabila ada seseorang yang menjumpai bulan Ramadhan tetapi seakan-akan ia tidak menjadikannya sebagai momen perbaikan diri hingga akhirnya ia melalui bulan Ramadhan tanpa makna.

Bulan Ramadhan merupakan momen tahunan yang paling ditunggu dan dirindu oleh umat muslim di seluruh dunia. Ada fenomena menarik di sekitar kita tatkala menjumpai bulan ini. Seringkali ketika mendengar istilah ramadhan, yang terbesit di benak kita bukan tentang tataran surgawi seperti tentang keistimewaannya dan keberkahannya tetapi yang sering kita jumpai di masyarakat kita yakni ihwal urusan dunia seperti hegemoni mudik alias pulang kampung, hingar-bingar pusat perbelanjaan,dan hal lain yang berpotensi merusak nilai spiritualitas ibadah kita.

Bulan Ramadhan kini sudah berjalan. Seperti biasa aku melihat perubahan yang terjadi dimana-mana dalam berbagai bentuk dan rupa. Di hari-hari awal pasti hampir seluruh masjid penuh sesak dengan tarawihan, dan musholla ramai manusia yang mendendangkan tilawah serta tadarus alquran. Ramadhan memang ajaib, kehahadirannya mampu mengubah 180 derajat kondisi masyarakat.Perubahan signifikan yakni seperti wanita yang sudah berhijab, setting acara televisi sudah berganti titel dengan embel-embel religi. Namun, sayang pemandangan seperti itu hanya  tentatif, tidak banyak dari kita yang mampu lulus bulan Ramadhan secara paripurna. Mayoritas  dari kita masih terjebak dalam bahaya laten ramadhan tersebut.

Ramadhan hanya akan menjadi angin lalu, jika kita tidak bisa memetik keberkahan di dalamnya. Ramadhan hanya akan menjadi hajatan tahunan tanpa makna apabila kita tidak sigap dalam memanfaatkan setiap detiknya menjadi amalan berlipat pahala. Sebenarnya ada banyak cara agar ramadhan kita lebih bermakna dan tidak sia-sia yakni, salah satunya dengan cara membuat perencanaan matang dan terstruktur.

Di bulan Ramadhan 1435 ini aku memiliki sedikit penyikapan yang berbeda dengan ramadhan yakni dengan membuat daftar target yang harus dicapai selama ramadhan. Bukan hanya berorientasi pada hasil atau target, tetapi juga pada proses, dengan harapan ramadhan kali ini lebih produktif dan penuh berkah.

Adapun target maupun harapanku selama Ramadhan kali ini terbagi menjadi lima sub: ibadah, keluarga, berbagi, prestasi, dan lainnya. Target ibadah yang aku inginkan yakni hafal al-matsurat, melanjutkan murrojaah hafalan Al-Quran, sholat wajib lima waktu berjamaah. Beberapa target prestasi seperti juara lomba desain logo, lolos abstrak Java Business Competition, mendapat beasiswa XL Future Leaders, minimal dua tulisan dimuat di media cetak maupun online. Target bersama keluarga besar yakni memberi kado spesial untuk ibu dan abah, belajar masak selama berada di rumah. Target aktifitas berbagi seperti sedekah setia hari minimal sekian rupiah, berbagi buka untuk minimal 30 orang dhuafa. Target lain-lain bisa diisi tentang kegiatan di organisasi, misal pergantian kepengurusan Ikatan Alumni SMA berjalan lancar, atau seputar kuliah: menyiapkan bahan ajar materi kuliah semester tujuh.

Adagium yang berbunyi “Perjalanan 1000 mil selalu diawali dengan satu langkah kecil” memang benar adanya. Tak cukup dengan menulis daftar target selama ramadhan semata,pun setelah itu kita juga harus me- “breakdown” targetan tersebut ke dalam perencanaan harian kita. Contoh, aku memiliki target hafal hadits arba’in, maka aku harus memasukkan porsi menghafal ketika dalam satu hari, misal setelah ashar atau selepas shoalt shubuh. Dengan demikian target yang kita capai lebih rasional dan probabilitas tercapinya lebih besar.

Dengan memiliki perancanaan yang matang, dapat memudahkan kita dalam mengoptimalkan aktifitas dan meningkatkan produktifitas amal kita selama 30 hari penuh berkah ini. Semoga bulan ramadhan ini mampu menjadi titik balik perubahan kita menuju ke arah yang diridhoi oleh Allah SWT, penuh dengan aktifitas –aktifitas pemberat amalan kita. Bukan sekadar menjadi hiasan hari-hari kita. Tuliskan mimpi-mimpimu dan biarkan Allah yang menghapuskannya. Ini ramadhanku, mana ramadhanmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline