Bulan depan, April 2017, dua anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, mengakhiri masa jabatannya. Mereka adalah Sapto Amal Damandari (sekarang Wakil Ketua BPK), dan Agung Firman Sampurna (Anggota I). Sapto sudah menjabat dua periode, sehingga tidak bisa lagi mencalonkan diri. Sedangkan, Agung Firman, maju lagi.
Proses seleksi sudah mulai berlangsung. Tahap pertama, mereka mengikuti fit and proper test di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dari 28 pendaftar, hanya 26 orang yang mengikuti seleksi. Nah, salah satu di antaranya adalah Dadang Suwarna, yang saat ini menjabat Direktur Penegakan Hukum, Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Nama Dadang sempat mencuat beberapa waktu lalu di media massa. Bahkan sempat menjadi virall. Ini karena Dadang yang juga pernah menajbat Direktur Keberatan dan Banding DJP, serta Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak itu, memiliki kekayaan yang tidak wajar. Sangat tidak wajar untuk ukuran PNS yang berkarier di BPKP sampai jabatan Kasubdit.
Kekayaan yang dilaporkan di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara), sangat fantastis. Diduga karena terkait dengan posisinya di BPKP dulu sebagai anggota Tim Gabungan bentukan Menko Ekuin (yang kemudian menjadi Tim Optimalisasi Penerimaan Negara – TOPN). Tim ini bekerja atas nama Ditjen Pajak untuk memeriksa kewajiban pajak di sektor migas dan pertambangan yang berbasis kontrak karya.
Sumber www.politicsnews.id menyebutkan, selama berkarier di BPKP, Dadang mempunyai harta kekayaan yang di luar kewajaran. Dalam LHKPN ia melaporkan hartanya lebih dari Rp 30 miliar. Dari jumlah itu, dua-per-tiga berupa aset tanah dan bangunan, yang dilaporkan dengan “nilai perolehan”. Bukan harga NJOP
Padahal, jika menggunakan harga yang wajar sesuai NJOP, aset tanah dan bangunan tersebut, bernilai lebih dari Rp 400 miliar. Harmpir seluruh harta tersebut dilaporkan sebagai hasil sendiri. Satu-satunya point harga barisan hanya tercantum angka Rp 15 juta berupa perhiasan. Data lain yang mencengangkan adalah, Dadang membeli aset miliaran rupiah yang hampir semuanya dibayar secara tunai.
Masih banyak data lain terkait indikasi perolehan harga secara tidak wajar oleh salah satu calon Anggota BPK ini. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H