Lihat ke Halaman Asli

Refondi Ramadha

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Brawijaya

Bukan Pinjol, Ini Masalah Utama Kasus Mahasiswa IPB Gagal Bayar Pinjaman

Diperbarui: 21 November 2022   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) mengalami gagal bayar Pinjaman Online akibat tertipu bisnis penjualan hingga merugi sampa Rp. 2,1 M (kompas.com). 

Kejadian tersebut diawali dari beberapa mahasiswa IPB yang membutuhkan dana cepat dan fresh money untuk membiayai kegiatan di kampus dengan besaran yang bervariatif dengan keuntungan 10% dari transaksi. 

Nahas, bukannya mendapat keuntungan sebagaimana yang disepakati dengan pelaku, kini ratusan mahasiswa tersebut justru ditipu sehingga sekarang menjadi target debt colector karena tidak mampu membayar pinjaman online. 

Masalah ini kemudian menjadi perhatian utama pihak Rektoran IPB untuk diselesaikan bukan hanya secara jangka pendek, namun juga jangka panjang karena jumlah korban dan kerugian yang tidak sedikit.

Maraknya kasus penipuan berkedok investasi di kalangan mahasiswa yang tergolong sebagai golongan terpelajar merupakan sebuah pertanda bahwa tingkat Literasi Finansial atau dapat disebut sebagai Literasi Keuangan  terhitung rendah. 

Hal ini diperkuat sebagaimana survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2019, hanya mendapatkan 38,03% populasi masyarakat Indonesia yang memahami keterampilan, manfaat, risiko, hak dan kewajiban dari produk serta jasa keuangan. 

Angka ini berbanding jauh dengan tingkat literasi keuangan negara tetangga Indonesia seperti Singapura di angka 98%, Malaysia 85% dan diikuti Thailand di angka 82%. 

Oleh karena itu tidak memungkiri bahwa dalam praktiknya, ketidakpahaman masyarakat Indonesia terhadap dinamika produk dan jasa keuangan selalu menjadi target utama penipuan.

Literasi Keuangan yang rendah ini dapat berdampak resistensi sebuah negara terhadap Resesi Ekonomi 2023. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Remund (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Financial literacy explicated: The case for a clear definition in an increasingly complex economy menyatakan literasi yang rendah dapat menyebabkan hal berikut:

  • Tingkat konsumstif yang tinggi
  • Rasio menabung masyarakat yang rendah
  • Masyarakat yang mudah terjebak investasi bodong
  • Tingkat korupsi yang tinggi

Hal ini berbanding dengan resistensi terhadap Resesi Ekonomi 2023 yang mengharuskan masyarakat menciptakan kondisi keuangan yang kondusif dengan ketersediaan dana darurat. 

Karena dengan literasi keuangan masyarakat baik dalam menghadapi resesi, maka hal ini dapat meningkatkan jumlah pengguna produk dan layanan jasa keuangan masyarakat luas dalam menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline