Lihat ke Halaman Asli

Rama Guna Wibawa

Menulis terus sampe lupa caranya berhenti, kecuali adzan, makan dan Bucin

Mesranya Gus Dur dengan Perayaan Imlek

Diperbarui: 22 Januari 2023   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Gus Dur menggunakan pakaian khas warga Tionghoa, Source : Ranah Riau

Kini kita telah memasuki Tahun Baru Imlek, Suasana riuh kesenangan sudah dapat dirasakan jauh-jauh hari kebelakang.

Hiasan-hiasan ornamen khas imlek mulai mendominasi disetiap sudut kota, baik perumahan hingga pusat perbelanjaan.

Terlepas gegap gempitanya Imlek saat ini, Perayaan Imlek di Indonesia, menurut sejarah, pernah dilarang selama dibawah rezim orde baru. Kebijakan ini hadir dengan alasan asimilasi yang menginginkan masyarakat Tionghoa agar berbaur dengan penduduk pribumi.

Pelarangan ini dipertegas dengan dasar hukum yang termuat dalam instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan adat istiadat Cina.

Dalam peraturan itu, masyarakat Tionghoa dilarang untuk merayakan hari rayanya secara umum seperti sekarang ini.

Selama lebih dari tiga dekade masyarakat Tionghoa hidup dibawah kebijakan asimilasi ala Orde baru ini, yang berusaha memisahkan dan mengikis identitas kaum Etnis Tionghoa.

Selama masa itu, Hari raya Imlek dilakukan secara privat dilingkungan keluarga Tionghoa. Maka tidak heran, kesan masyarakat pribumi terhadap masyarakat Tionghoa bersifat eksklusif dan tertutup. Hal ini menyebabkan rasisme struktural ditengah-tengah masyarakat Indonesia.

Jika kita tengok pada masa awal masehi, menurut Sejarawan J.C van Leur, masyarakat Tionghoa sudah menjalin hubungan dagang dan bermukim di Indonesia.

Tidak hanya itu, pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, pemerintah kolonial membangun pemukiman tersendiri khusus bagi masyarakat Tionghoa yang hari ini kita kenal dengan sebutan pecinan.

Pada saat lengsernya Orde Baru, masuknya Masa Reformasi menjadi angin segar dan secercah harapan baru bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia. Bagaimana tidak, melalui Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998, Presiden B.J Habibie mencabut berbagai aturan diskriminatif terhadap warga Tionghoa di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline