Lihat ke Halaman Asli

Ramadhani Pasuleri

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Peretasan Jurnal: Tantangan dan Solusi di Era Digital

Diperbarui: 2 Oktober 2024   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  Generate by DALL-E

Peretasan Jurnal: Tantangan dan Solusi di Era Digital

Peretasan jurnal akademik atau yang dikenal sebagai "journal hijacking" adalah fenomena yang semakin mengkhawatirkan di dunia akademik, terutama dalam bidang sistem informasi. Dalam artikel berjudul "The 'hijacking' of the Scandinavian Journal of Information Systems: Implications for the information systems community," yang ditulis oleh Sune Dueholm Mller dan Johan Ivar Sb (2024), fenomena ini diuraikan secara mendetail. Penulis menyoroti bagaimana peretasan ini bukan hanya merugikan institusi penerbitan, tetapi juga peneliti dan komunitas ilmiah yang lebih luas. Data dari Retraction Watch (2023) menunjukkan bahwa peretasan jurnal telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, antara tahun 2020 hingga 2023, lebih dari 100 jurnal di seluruh dunia dilaporkan telah di-hijack oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab. Dalam kasus yang dibahas oleh Mller dan Sb, Scandinavian Journal of Information Systems (SJIS) menjadi korban di mana domain jurnal tersebut digunakan oleh peretas untuk mencuri artikel dan mengelabui peneliti agar membayar biaya publikasi palsu. Fenomena ini tidak hanya merusak reputasi jurnal tetapi juga menyebabkan hilangnya hak intelektual penulis. Peretasan ini memunculkan tantangan serius bagi komunitas akademik, di mana reputasi penulis dan kredibilitas penelitian dapat hancur hanya karena kurangnya kewaspadaan terhadap taktik penipuan ini. Artikel ini menjadi penting karena memberikan kesadaran akan ancaman baru yang dihadapi oleh komunitas sistem informasi yang sebelumnya belum pernah mengalami serangan sejenis.

***

Artikel The 'hijacking' of the Scandinavian Journal of Information Systems tidak hanya menggambarkan peretasan sebagai ancaman baru, tetapi juga mengeksplorasi dampak dan solusi yang diusulkan untuk mengatasi masalah ini. Penulis, Mller dan Sb (2024), menjelaskan bahwa peretasan ini pertama kali terdeteksi pada awal tahun 2023, ketika seorang penulis melaporkan adanya penolakan dari editor-in-chief (EiC) jurnal, meskipun artikel yang sama telah diterima melalui situs web palsu. Insiden ini menggambarkan bagaimana peretas berhasil menipu penulis untuk membayar biaya publikasi sebesar $375 melalui platform seperti PayPal dan Gmail, yang sayangnya tidak menanggapi laporan penipuan ini dengan serius.

Data dari Else (2022) menunjukkan bahwa peretasan jurnal telah meningkat hingga 50% sejak tahun 2020, sebagian besar karena kemudahan akses ke domain jurnal terbuka dan rendahnya kesadaran di kalangan peneliti. Selain itu, laporan dari Nagarkar & Khole (2023) mengonfirmasi bahwa jurnal-jurnal dalam bidang sistem informasi menjadi target baru, dengan jumlah korban meningkat hingga 25% pada tahun 2023.

Salah satu dampak utama dari peretasan jurnal adalah hilangnya kepercayaan terhadap proses penerbitan akademik. Ketika artikel diterbitkan di jurnal palsu, penulis tidak hanya kehilangan kontrol atas hak cipta mereka, tetapi juga menghadapi risiko besar dalam hal reputasi akademik. Penulis artikel yang terjebak dalam peretasan ini sering kali merasa malu dan enggan mengungkapkan bahwa mereka menjadi korban, yang pada akhirnya memperburuk masalah ini di tingkat komunitas.

Penulis juga menyoroti perlunya tindakan kolektif dari berbagai institusi akademik untuk melawan ancaman ini. Mller dan Sb (2024) menyarankan agar institusi akademik bekerja sama dengan penyedia layanan seperti Scopus dan Google Scholar untuk memperketat pengawasan terhadap jurnal-jurnal yang diindeks. Mereka juga mengusulkan penggunaan teknologi blockchain sebagai solusi jangka panjang untuk melindungi hak kekayaan intelektual penulis dan mencegah manipulasi data oleh pihak ketiga.

Melalui artikel ini, penulis berusaha menyadarkan komunitas akademik tentang pentingnya tindakan pencegahan yang lebih proaktif dalam menghadapi ancaman peretasan jurnal. Beberapa solusi yang diusulkan termasuk penguatan prosedur peer-review, pengembangan sistem deteksi otomatis untuk jurnal palsu, dan peningkatan pendidikan tentang bahaya ini dalam program doktoral. Jika tidak segera ditangani, peretasan jurnal berpotensi merusak integritas akademik dan kualitas penelitian global.

***

Peretasan jurnal merupakan ancaman serius yang tidak hanya merugikan penulis, tetapi juga merusak reputasi komunitas akademik secara keseluruhan. Artikel yang ditulis oleh Mller dan Sb (2024) berhasil menyoroti urgensi masalah ini, terutama bagi para peneliti di bidang sistem informasi yang sebelumnya jarang menghadapi ancaman semacam ini. Dengan meningkatnya kasus peretasan hingga 50% sejak 2020, langkah-langkah proaktif sangat diperlukan. Penguatan pengawasan pada jurnal-jurnal yang diindeks oleh Scopus dan peningkatan kesadaran di kalangan peneliti melalui pelatihan akademik adalah langkah awal yang penting. Di era digital yang semakin kompleks, kolaborasi antara peneliti, penerbit, dan penyedia platform adalah kunci untuk melindungi integritas akademik. Jika komunitas akademik gagal bertindak cepat, kita berisiko kehilangan kepercayaan terhadap seluruh sistem penerbitan ilmiah.

Referensi

Abalkina, A. (2021). Detecting a network of hijacked journals by its archive. Scientometrics, 126(8), 7123-7148. https://doi.org/10.1007/s11192-021-04132-0

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline