Konflik meledak di Sungai Nil antara Mesir, Sudan, dan Ethiopia setelah Ethiopia membangun bendungan GERD di hulu tanpa kesepakatan dengan negara lain. Bendungan Grand Renaissance Ethiopia (GERD) adalah bendungan besar pertama yang dibangun oleh Ethiopia di Sungai Nil. Bendungan ini tidak menggunakan air sama sekali dan bertujuan untuk mengurangi kelangkaan air yang berbahaya di negara tersebut. GERD juga merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia. Namun, Mesir menilai pembangunan tersebut melanggar perjanjian pembagian perairan Sungai Nil tahun 1959.
Mesir menganggap GERD sebagai ancaman keamanan bagi negaranya dan sedang mempertimbangkan dampak potensial terhadap bendungan Nil jika GERD tidak dikelola. Belakangan, penyakit refluks gastroesofageal, yang membutuhkan banyak air untuk mengisinya, juga menimbulkan kekhawatiran di negara-negara pemangku kepentingan seperti Mesir dan Sudan. Konflik ini juga bermula dari keadaan ketiga negara tersebut yang mengalirkan Sungai Nil dan masing-masing negara bergantung pada Sungai Nil untuk aliran airnya. GERD sendiri dimanfaatkan oleh Ethiopia sebagai pembangkit listrik tenaga air.
Mesir dan Sudan khawatir GERD akan mengurangi pembagian air mereka, karena kebutuhan air mereka dipenuhi oleh air dari Sungai Nil. Masing-masing negara mempercayai negara lain dengan klaimnya masing-masing, dan berbagai upaya diplomatik telah dilakukan sejak tahun 2011 untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, namun sejauh ini belum ada kesepakatan akhir yang tercapai.
Teori Physical Geography
Pembangunan GERD menimbulkan kontroversi besar, karena Mesir dan Sudan adalah dua negara yang dilalui Sungai Nil. Sungai Nil merupakan sungai yang menjadi tempat mengalirnya beberapa anak sungai lainnya, yaitu Nil Biru dan Nil Putih. Sungai Nil Biru adalah anak sungai yang membentuk 70% hulu Sungai Nil. Sejak Sungai Nil Biru mengalir melalui Ethiopia, pembangunan GERD menjadi permasalahan bagi Mesir dan Sudan yang terletak di hulu Sungai Nil, karena pembangunan GERD akan menghambat aliran air di hulu. Mesir dan Sudan sangat bergantung pada Sungai Nil. Oleh karena itu, kita sangat membutuhkan air dari Sungai Nil, karena pengurangan volume air sungai sebesar 1% akan berdampak pada sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor pertanian.
Aliran Sungai Nil merupakan salah satu bentuk geografi fisik, dan bentuk ini sebenarnya diberikan oleh Tuhan. Sejak abad ke-20, aliran Sungai Nil kerap menjadi sumber konflik bagi negara-negara yang dilaluinya, terutama Ethiopia, Mesir, dan Sudan. Antara tahun 1929 dan 1959, terjadi kesepakatan antara negara-negara tersebut mengenai masalah Sungai Nil. Perjanjian yang dihasilkan memberi Mesir hak untuk menerima 55,5 miliar sentimeter kubik air, Sudan 18,5 miliar sentimeter kubik, namun Ethiopia tidak menerima satu sentimeter kubik pun. Perjanjian ini jelas merugikan Ethiopia, sehingga pada tahun 2000-an, Ethiopia merasa perjanjian ini merugikan negaranya, dan akhirnya Ethiopia membangun bendungan di Sungai Nil Biru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI