Wajah malam-malamku
seperti biasa,
namun bagiku auranya sangat istimewa dan rupawan.
Aku tak pernah menunggu
atau mencarinya,
karena dia seperti kesepian kekasih yang tulus mempersembahkan kehangatan tubuhnya
dan kemesraannya mewakili salam rindu lentera di batas desa.
Di ujung buritan bahtera
zaman ini aku berada,
bercengkrama dalam geladak pilu reruntuhan renta.
Malam selalu setia mengunjungiku dan membawakanku keranjang
berisi air untuk kuminum
dan kue beraneka rasa.
Merupakan hasil jerih payah tatkala dia menjelma menjadi pengembara yang berkulit legam penuh keringat bercucuran.
Malam-malamku bagaikan gadis tetangga yang sangat pemalu. Jika kesedihan membiusku,
dia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Ketika tawa meriahku membumbung tinggi ke angkasa,
dia hanya menunduk,menyingkap rambutnya dan mengikatnya.
Sungguh anggun
wujud malam-malamku,
sentuhannya yang lugu melukiskan syarat Jonggrang
dan mengukir
hasrat Bondowoso.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H