Bingung juga nih tulisan mau dibawa antar sosbud atau politik. Akan tetapi, karena lebih berarah ke politik jadi ya begitulah (susah dijelaskan maaf). Judul artikel saya kali ini ingin membahas tentang Aburizal Bakrie atau bisa dipanggil Pak Ical (saya harus bilang "pak" karena dia lebih tua).
Tentu kawan-kawan sejagat kompasiana dan kompasianer termasuk masyarakat luas masih ingat dengan tragedi Lumpur Lapindo yang memaksa saudara kita harus mengungsi sehingga kehilang rumah dan harta benda mereka. Tragedi tersebut pada akhirnya ditetapkan sebagai bencana alam (padahal menurut ilmuwan karena kesalahan prosedur). Selama hampir 9 tahun Lumpur Lapindo masih menyemburkan lumpur, selama itu pula korban terdampak dari lumpur tersebut beberapa belum mendapat ganti rugi. Akhirnya pemerintah turun tangan untuk mengganti kerugian korban yang belum dibayarkan. Hal itu karena PT Lapindo Berantas tak memiliki dana untuk membayar ganti rugi. Padahal perusahaan tersebut milik keluarga besar Bakrie yang merupakan keluarga konglomerat.
Ical harusnya tahu diri ketika "hutang"nya dibayarkan pemerintah dengan jaminan selurut aset yang dimiliki PT. Lapindo Berantas menjadi jaminan dan harus dibayarkan dalam kurun waktu 4 tahun. Ical harus berjabat tangan kalau perlu memeluk Jokowi karena telah mencarikan solusi atas tragedi tersebut. Kasian Pak Ical, pemilu kemarin telah menghabiskan uangnya belum lagi ketika penentuan ketua umum Golkar. Entah berapa yang ia habiskan untuk menjadi penguasa. Kalau untuk kekuasaan dia berani mengeluarkan uang, kenapa untuk Lumpur Lapindo dia masih setengah hati? Dari grup Bakrie telah mengeluarkan dana 4 triliun, namun itu belum lah cukup untuk membayarkan sisa ganti rugi korban lumpur hingga akhirnya pemerintah turun tangan. Ical oh Ical, sunggu muka tebalnya dirimu.
Melihat kejadian maskpai AirAsia mengalami kecelakaan sungguh membuat saya sangat prihatin. Namun dibalik keprihatinan itu, saya melihat sosok pengusaha yang benar-benar berkharisma. Dialah Tony Fernandes sang CEO AirAsia. Perjalanan Tony Fernandes menjadi pengusaha sukses seperti sekarang ini memang tak mudah (kisah selengkapnya baca Wikipedia). Disaat AirAsia tengah menunjukan taringnya sebagai maskapai nomor 1 Asia, tragedi kecelakaan maskapai tersebut menjadi sebuah pukulan keras bagi mereka. Meskipun begitu, saya kagum dengan Tony Fernandes. Dia datang ke Indonesia dan ikut memberika klarifikasi atas kejadia tersebut. Bahkan dia memerintahkan AirAsia Indonesia untuk menanggung semua kebutuhan keluarga korban (seperti penginapan dan biaya pemakaman). Tony tidak lari dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Dia menghadapi tragedi tersebut dengan percaya diri yang tinggi, meskipun nilai saham Airasia jatuh, namun dia tetap optimis untuk kembali membuat masyarakat percaya dengan Airasia.
Ya Ical harusnya belajar dari bung Tony, bagaimana perusahaan menghadapi masalah. Kalau seandainya Tony Fernandes orang Indonesia, saya tidak ragu untuk menjadikannya Presiden Republik ini (tentunya setelah Jokowi berkuasa 10 tahun, he he he). Ical harusnya bercermin pada dirinya sendiri, kalau dia ingin memikul tanggung jawab yang besar, belajarlah dari tanggung yang terkecil dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H