Lihat ke Halaman Asli

Millah Ibrahim: Jurus Mabuk Gafatar Menghindar dari Hukum

Diperbarui: 27 Januari 2016   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lewat keterangan persnya di LBH Jakarta mantan ketua gafatar  Mafhul Muis Tumanurung menyatakan bahwa gafatar keluar dari Islam dan menjadi Millah Ibrahaim. Menjadi pertanyaan motif dibalik pernyataan-pernyataan dalam konfrensi pers tersebut. Pertama menghindari  gafatar dan pengikutnya menjadi subyek hukum dalam perkara penodaan agama.  Kelompok gafatar, dengan tidak lagi sebagai subyek hukum perkara penistaan agama, mereka berasumsi akan terbebas dari proses hukum pidana berkaitan dengan penistaan agama.

Kedua, adalah upaya mendistorsi informasi kepada publik bahwa mereka bukan perkumpulan agama, tapi hanya perkumpulan petani yang sedang dizolimi, sedangkan mereka menganggap niat mereka mulia. Dengan kata lain, mereka adalah ormas biasa yang harusnya dilindungi dan didukung programmnya. Ketiga, upaya unutk mendiskreditkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan menyatakan bahwa MUI tidak berhak mengeluarkan fatwa sesat kepada mereka.

Mereka juga menggap bahwa MUI tidak lebih dari ormas seperti gafatar. Padahal sebagaimana diketahui MUI adalah para Ulama yang mempunyai kapasitas keilmuan dan Keislaman untuk memberikan fatwa yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Repubik Indonesia ini.

Dasar Hukum Pemidanaan Pelaku Penodaan atau Penistaan Agama.

Undang-undang No. 1 Tahun 1965 dalam pasal 1 menyebutkan:

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang meyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan yang mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Ketentuan Pidana pelanggaran Pasal 1 diatur secara tegas dalam Pasal 4 yang berbunyi:

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156a

Dipidana dengan Pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja  di muka umum mengeluarkan  perasaan atau melakukan perbuatan:

a.   Yang pada pokoknnya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan agama terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline