Lihat ke Halaman Asli

Bom Alam Sutera dan Titik Balik Isu Terorisme di Indonesia

Diperbarui: 31 Oktober 2015   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa pengeboman di toilet Mal Alam Sutera, Kota Tangerang, Banten membalikkan pemahaman umum kalau terorisme diidentikkan dengan umat Islam.

Seperti diketahui, pasca pengeboman itu, Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri, langsung menggrebek terduga pelaku, yakni Leopard Wisnu Kumala (29) alias Leo.

Leo yang merupakan etnis Tionghoa dan bukan beragama Islam, mengubah persepsi umum bahwa siapa saja berpeluang menjadi teroris. Dalam isu terorisme, masyarakat Indonesia selama ini memiliki sudut pandang yang tendensius dan stigmatis. Sebab, soal teroris yang tergambar sosok pelakunya adalah muslim, berjenggot, jidat hitam, celana cingkrang, keluarganya bercadar, memandang Barat (AS) sebagai musuh. Hadirnya sosok Leo dalam kasus bom Mall Alam Sutera bisa jadi tampak sebagai titik balik yang bisa meruntuhkan stigmatisasi terhadap Islam selama ini dalam isu terorisme.

Apalagi Leo sebagai etnis Tionghoa, beragama katolik, bahkan pandai meracik bom dengan bahan peledak hight eksplossive jenis Triaceton Triperoxide (TATP), kali pertama di Indonesia terjadi. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa isu terorisme tidak pandang bulu dalam melegitimasukan pengaruhnya. Hanya saru hal yang perlu diperhatikan, bahwa ideologi terorisme menginginkan bentuk kekerasan untuk melenggangkan tujuannya, terlepas dari apapun itu latar belakangnya.

Leo sendiri konon sudah beberapa kali melakukan upaya pengeboman di kawasan Alam Sutera meski tidak semua meledak. Maka jika konsisten dengan nafsu untuk menarik kasus ini ke isu terorisme, maka apa sulitnya untuk menyebut Leo teroris?

Dengan aksi Leo ini, maka teroris juga tidak serta merta dialamatkan ke penganut agama Islam. Tapi juga agama-agama lain, punya potensi. Non muslim di Indonesia juga sama potensialnya bisa hadir ditengah masyarakat menjadi sosok-sosok teroris yang sangat berbahaya sekalipun terkesan ramah.

Apalagi, motif pengeboman Leo dilakukan atas motif ekonomi, urusan perut. Bukan lantas idiologi yang selama ini selalu dikaitkan. Pihak kepolisian, juga mengaku aksi Leo tidak terkait jaringan manapun.

Teroris di Indonesia tidak lagi harus karena teologi beku yang di anutnya, juga tidak harus kerena soal imperialisme Amerika di Indonesia. Semua asumsi diatas menemukan relevansinya pada sosok Leopard Wisnu Kumala.

Untuk itu tetaplah selalu waspada dalam menanggulangi terorisme. Marilah bersama galang persatuan dan kesatuan demi terwujudnya kehidupan damai yang mendorong hadirnya kesejahteraan bersama. Isu terorisme, dan kekerasan secara umum, tidak akan mampu berkembang jika kita kuat dan kokoh sebagai bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline