Lihat ke Halaman Asli

Djoko Nawolo

Seorang pemerhati sosial

Ber-Indonesia ala Einstein

Diperbarui: 17 Agustus 2020   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya pernah membaca sebuah tulisan tentang Albert Einstein, yang pada tahun 1940 menulis sebuah esai menggemparkan berjudul Science and Religion

Melalui essay yang menggemparkan dan kontroversial, khususnya dikalangan agamawan atau teolog itu, Einstein menggusur konsep Tuhan yang telah dibangun oleh para teolog sejak berabad-abad silam. Einstein kemudian menyebut Tuhan ala teolog itu sebagai Tuhan Personal yang tampak begitu kerdil baginya.

Bagi Einstein, konsep Tuhan ala para teolog itu justru menggerogoti transendensi Tuhan seiring dilekatkannya simbol-simbol, bentuk (morphe) serta kecenderungan kemanusiaan (pathos) untuk menggapai Yang Transenden itu.

Sebagai salah satu reaksi, Einstein dianggap sebagai atheis oleh kalangan agamawan. Mungkin mirip dengan situasi saat ini, dimana setiap ada orang yang berbeda cara memandang konsep keber agama an atau ke ber Tuhan an, akan sangat mudah dilabeli ateis.

Kardinal O'Connell, Uskup Agung Boston, bahkan memberikan respon negatif ofensif dengan meneriakkan kepada Jemmaat New England Catholic Club Amerika agar tak membaca apapun tentang teori relativitas yang sangat identik dengan Einstein. Menurutnya, teori relativitas itu tak lain merupakan selubung hantu ateisme yang mengerikan (New York Times, 25 April 1929).

Sebagai respon, Einstein mengatakan; "Saya percaya pada Tuhan yang menampakkan diri-Nya dalam harmoni keteraturan atas keseluruhan yang ada. Bukan sosok Tuhan yang menyibukkan diri-Nya dengan nasib dan tindakan-tindakan manusia".

Merujuk pada konsep Tuhan ala Einstein, ber-Tuhan sejatinya harus ber-'metamorfosis' menjadi semangat dan tuntutan untuk selalu berupaya keras melalui pengetahuan rasional secara bebas untuk mencapai hakikat-Nya. 

Bukan juatru dengan cara "mengerdilkan" Nya dalam perwujudan (morphe) tertentu ataupun terlalu mengagung-agungkan simbol-simbol yang dikait-kaitkan oleh manusia dengan Nya yang. 

Apalagi dengan rasa takut-terikat maupun keyakinan yang buta yang pada realitasnya sering merusak harmoni semesta yang seharusnya menjadi salah satu sifat Nya.

Saya tidak bermaksud (dan tentu saja tidak berani) membenarkan konsep ke TUHAN an a la Einstein tersebut, karena dalam sudut pandang agama saya, tentu saja itu tetap salah, apalagi Einstein adalah seorang Yahudi yang menjadi salah satu musuh terbesar agama saya. 

Saya hanya ingin menggunakan konsep berpikir Eisntein itu untuk melihat INDONESIA yang saat ini sedang merayakan Hari Kemerdekaannya yang ke 75 ditengah-tengah penjajahan covid 19.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline