"Saya secara tidak sengaja (tahun 2016) di kediaman KRMT Indro Kimpling Suseno ( pemrakarsa Borobudur Cultural Feast) membaca buku-buku Balai Konservasi, tapi ndilalah (kebetulan) didalam buku itu saya melihat relief-relief Borobudur yang menggambarkan alat-alat musik" ungkap Trie Utami saat di wawancara Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo (10 April 2021)
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dalam sebuah diskusi yang ditayangkan di channel youtube pribadinya (DI SINI) mewawancara 3 (tiga) orang seniman senior Indonesia; Trie Utami, Dewa Budjana dan Purwa Tjaraka.
Bincang-bincang santai ini mendiskusikan di balik kisah Sound of Borobudur, Borobudur pusat musik dunia. Lahirnya Sound of Borobudur dirintis oleh seorang seniman senior, Trie Utami, dimana saat itu dirinya menetap di Kecamatan Borobudur, Jawa Tengah.
Bahkan awal-awal mendalami Sound Of Borobudur, saat dirinya sedang mencari arti kampung agar bisa merasakan pulang kampung. Jadi lahirnya Sound of Borobudur terjadi secara kebetulan ketika sedang membaca buku Balai Konservasi di kediaman KRMT Indro Kimpling Suseno ( pemrakarsa Borobudur Cultural Feast) sebagai community development kampung-kampung di sekitar Borobudur.
Sekitar pertengahan Oktober-Desember 2016, diselenggarakan gelaran Borobudur Cultural Feast, yang meliputi aktivitas "Sonjo Kampung" dan selebrasi pentas seni budaya di lima panggung.
Sebelum gelaran dilaksanakan (2016) Trie Utami terfikirkan nama Dewa Budjana, kemudian ia menghubungi mestro alat musik petik Indonesia itu untuk menemaninya di pentas seni tersebut.
Dewa Budjana dirasa oleh Trie Utami dapat menjadi salah-satu sosok yang dapat membangkitkan gambar-gambar pada relief Borobudur untuk keluar dari batu relief dan dibunyikan (Sound of Borobudur).
"Bud konconi (temani) aku, aku bukan pemain dawai, kayaknya kamu yang harus main" beber Trie Utami saat merayu Dewa Budjana untuk terlibat.
Trie Utami bercerita saat itu dirinya sudah lupa suara yang keluar ketika alat musik relief Borobudur dibunyikan di pentas seni tersebut. Bahkan dirinya dan musisi lainnya merasa memainkan alat musik relief Borobudur sengawur-ngawurnya yang terpenting keluar suara terlebih dahulu.
Setelah gelaran Borobudur Cultural Feast usai, dirinya dan suami melakukan riset-riset tentang apa yang terkait dengan alat musik, sejarah, peradaban, antropologi dan lain-lain.