Berbagi menyangkut pengalaman bersentuhan dengan penyakit tumor otak mengingatkan daku terhadap sesuatu yang menyedihkan. Hal ini membuat daku mengingat memories bersama almarhum kakak yang di akhir hayatnya menderita penyakit tersebut. Bisa jadi yang daku tuliskan ini akan dia dukung walaupun dari dunia yang berbeda.
Jujur saja, awalnya daku tidak mengetahui bahwa almarhum menderita tumor otak ketika dia sering mengeluh sakit kepala di tahun 2011. Saat itu daku anggap dirinya mengalami pusing karena beban berat sebagai produser news di salah-satu stasiun televisi.
Tahun 2013 daku melihat bahwa dirinya tidak hanya sekedar sakit kepala tetapi juga mual dan muntah. Bahkan beberapa kali mengalami kecelakaan tunggal.
Beberapa kali ia berganti tempat kerja dan resign karena penyakit pusingnya. Ketika tumor menyerang bagian batang otak, daku dan keluarga tidak mengetahui parahnya ciri-ciri dan gejalanya pada awal pertumbuhan tumor. Waktu itu keluarga anggap penyakit biasa seperti kelelahan berkerja dan masuk angin.
Seingat daku, kakak di semester akhir 2013 sudah memilih bekerja sebagai wiraswasta walaupun beberapa kali diselingi menerima job kembali sebagai jurnalis. 2014 bisa dibilang dirinya mengalami perburukan kondisi kesehatan. Tidak hanya kesehatan fisiknya, dirinya pun mengalami penurunan mood dan masalah psikologi.
Tahun 2015, dirinya divonis tumor otak di dekat batang otak, kakak sudah mengalami penurunan penglihatan dan berat badan. Di tahun tersebut kakak sudah tidak mau melakukan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan. Daku dan keluarga akhirnya mencari alternatif dengan berusaha dan ikhtiar membawa ke berbagai tempat pengobatan tradisional.
Pada malam takbiran Idul Adha 2016, kakak mengalami kejang-kejang. Daku dan ibu dengan langsung membawa dirinya ke Rumah Sakit Otak Nasional untuk mendapatkan penanganan medis. Pada tanggal 4 desember 2016, kakak kembali kepada Sang Pencipta setelah berada di rumah sakit selama 86 hari dengan 5 operasi besar.
Pengalaman daku mendampingi kakak dengan tumor otak dari tahun 2011 mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita tumor otak. Penderita tumor otak tidak hanya sekadar merasa sakit pada tubuhnya namun juga dapat terganggu kesehatan mentalnya.
Penderita tumor otak bisa jadi akan mengalami stres berat, depresi, emosi yang tidak dapat dikendalikan, dan lebih sensitif. Dari yang produktif bisa berubah menjadi individu yang lemah. Oleh karena itu, dibutuhkan cara tersendiri untuk memperlakukan atau menghadapi orang-orang yang menderita tumor otak.
Pendampingan terhadap pasien tumor otak dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Daku melihat sendiri di Rumah Sakit Otak Nasional yang mana pasien tumor yang mendapatkan support dari orang-orang di sekitarnya dapat menunjang tingkat kesembuhan pasien tersebut. Karena tidak selalu penderita tumor otak akan seperti kakak saya, ada pula yang sembuh.
Jika Anda memiliki teman, kerabat, ataupun keluarga yang menderita penyakit tumor otak, berikut beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk membuat mereka merasa lebih baik.