Daku ingat sekali para tetua pernah menyampaikan bahwa telinga diciptakan dua agar kita bisa mendengar dari dua arah. Dalam dunia nyata yang tidak hanya petuah, kita juga harus mendengar dari dua pihak tidak hanya satu pihak. Dunia nyata yang ber'irisan dengan dunia maya membuat beberapa informasi menjadi kurang tepat.
Pada saat daku bertugas di program anggaran RSKO Jakarta (2011 s/d 2014) acapkali ada individu yang salah mengartikan sebuah mata anggaran dan perencanaan itu sendiri. Untuk itu daku pun pernah mencoba untuk menjelaskan dengan bahasa yang dimengerti oleh orang umum. Nah, ini pun terjadi pula pada kebijakan yang dibuat oleh BPJS Kesehatan menyangkut Terbitnya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan beberapa waktu lalu yang mengatur penjaminan pelayanan operasi katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik.
BPJS Kesehatan sudah mulai menerapkan implementasi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Untuk itu BPJS Kesehatan menyelenggarakan acara Ngopi Bareng JKN bersama para Blogger & Media di Jakarta Timur, pada hari Kamis (2/8/18). Kegiatan ini merupakan bagian dari meluruskan informasi yang berkembang di masyarakat agar tidak bias sehingga salah informasi. Hadir dalam acara ini, Nopi Hidayat-Kepala Humas BPJS Kesehatan, Agus Pambagio - Pengamat Kebijakan Publik, Chazali Situmorang -Pengamat Asuransi Kesehatan, dan Budi Mohammad Arief - Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief memberikan keterangan " Penyampaian informasi ini agar para Blogger & Awak Media dari tangan pertama yaitu BPJS Kesehatan. Isunya BPJS Kesehatan mencabut penjaminan layanan persalinan, katarak, dan rehabilitasi medik. Faktanya ketiga pelayanan tersebut masih bisa diterima oleh peserta namun perlu penataan dalam proses pelayanannya" ungkapnya
Bapak Budi menambahkan Berdasarkan data BPJS Kesehatan jumlah peserta JKN-KIS per 1 agustus 2018 sebanyak 200.295.408 jiwa. Angka tersebut sudah mulai masuk angka psikologis dan merupakan angka kepersertaan terbesar di dunia yang hanya dicapai dalam 4,5 tahun. Bila dibandingkan dengan negara tetangga kita Korea Selatan kepersertaan baru sekitar 40 juta yang dicapai dalam kurun waktu 26 tahun bahkan ada negara yang butuh waktu 120 tahun.
Pada saat masih bernama Askes jumlah kepersertaan sekitar 16 juta. Dalam kurun waktu 4,5 tahun tiba-tiba melonjak menjadi 200 juta. Lonjakan itu harus diimbangi dengan penambahan jumlah fasilitas kesehatan, Dokter dan tempat tidur di RS serta peningkatan pemahaman masyarakat dari program JKN-KIS. Dalam kurun waktu 4,5 tahun masih banyak orang yang tidak merasa dirinya sakit dan tidak mau terlibat dalam gotong royong pembiayaan. Banyak pula yang belum merasa memiliki kepentingan dan tidak aktif melanjutkan pembayaran iuran yang jumlahnya menyentuh di angka 13 juta dari 200 juta peserta.
Bila dilihat dari sisi lain, nilai premi yg dibayarkan peserta secara hitung-hitungan ternyata belum sesuai hitungan aktuaria. Sebagai contoh untuk peserta dengan iuran PBI ( dibayarkan negara) nilai premi-nya Rp.23.000, hitungan aktuaria-nya sebesar Rp.36.000 jadi ada kekurangan Rp.13.000. Jumlah peserta PBI sebanyak 92 juta jiwa, yang terjadi defisit trilyunan rupiah. Sedangkan biaya pelayanan kesehatan tinggi , karenanya program JKN-KIS harus mendapatkan perhatian karena terjadi defisit.
Hal ini berjung BPJS Kesehatan membuat langkah untuk melakukan penataan dan memastikan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan keberlangsungan Program JKN-KIS ini sendiri.
Meluruskan informasi yang tersebar luas, Pak Budi menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medik. Hanya saja, BPJS ingin menyempurnakan sistem yang sudah ada agar pelayanan kesehatan bisa berjalan lebih efektif dan efisien, serta memperhatikan kemampuan finansial BPJS Kesehatan.
Ia menjelaskan kembali didepan kami kepada Awak Media dan Blogger, BPJS kesehatan telah melakukan analisa pelayanan kesehatan berbiaya tinggi pada tahun 2017 diantaranya pelayanan jantung, kanker, cuci darah, termasuk pelayanan bayi baru lahir yang mencapai 1,17 triliun, katarak 2,65 triliun, dan rehabilitasi medik sebesar 965 miliar.