Sebagai seorang pecinta dirgantara dan militer daku secara rutin mencari informasi pemberitaan alutsista dirgantara melalui media mainstream baik online maupun offline. Setahun yang lalu (2017) daku dikagetkan ketika Indonesia berencana membeli pesawat tempur produksi Rusia paling canggih yang dioperasikan saat ini yaitu Sukhoi SU-35 super flanker.
Pada saat membaca pemberitaan itu pada bulan Agustus 2017, daku kaget campur senang karena hanya baru negara Rusia yang menggunakan Sukhoi SU-35 . Pesawat tempur ini merupakan tandingan utama pesawat tempur siluman tercanggih produksi USA yaitu F-35 Lightning II. Nantinya ditahun 2018 hanya Rusia, Indonesia dan China yang mengoperasikan pesawat tempur SU-35 dengan kategori alutsista dirgantara kelas berat. Pesawat tempur ini akan menjadi daya getar dikawasan Asia dan Pasific sehingga Indonesia tidak akan dipandang remeh.
Namun pembelian yang spektakuler ini membuat heboh netizen Indonesia. Beberapa media mainstream memberitakan pembelian alutsista ini dengan skema imbal beli. Yang membuat heboh karena adanya penekanan pada judul yaitu Su-35 ditukar dengan komoditi pertanian. Entah kenapa beberapa netizen berkomentar negatif dengan imbal beli ini, apa yang salah pembayaran dengan komoditi pertanian !!!!....
Bagi daku sendiri berfikir positif dan malah senang karena Indonesia mampu bernegosiasi dengan Rusia untuk imbal beli dengan beberapa komoditi produk para petani Indonesia yaitu berupa produk pertanian dan turunannya. Daku sebagai anak bangsa tidak merasa direndahkan walaupun Indonesia tidak membayar SU-35 secara all money.
Pemerintah Indonesia 'Main Cantik' dengan membeli SU-35 sekaligus mengekspor komoditas pertanian yang secara langsung berdampak memberi gairah kepada para petani dan peternak karena ada pasar ekspor. Kementerian Pertanian dalam hal ini harus siap karena komoditi pertanian Indonesia yang akan lebih dipilih oleh Rusia. Produk ekspor utama Indonesia ke Rusia antara lain kelapa sawit dan turunannya, kopi, karet, minyak kelapa, dan cokelat.
Kesepakatan imbal dagang sendiri diatur oleh UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pada pasal 43 ayat 5 (e) dinyatakan bahwa setiap pengadaan Alpalhankam dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset minimal 85 persen di mana Kandungan lokal atau ofset paling rendah 35 persen.
"Tak kenal maka tak sayang" salah-satu pepatah negeri ini. Daku patut senang karena komoditas pertanian dapat di ekspor dan membanjiri pasar Rusia dengan skema imbal beli SU-35 ini. Diharapkan kedepannya tanpa imbal dagang / beli komoditas pertanian mendapatkan tempat di mata masyarakat Rusia dan meraih pasar ekspor karena sudah dikenal disana.
Transaksi kedua negara terbilang besar, adapun nilai pembelian SU-35 mencapai USD 1,14 miliar atau setara Rp 15,16 triliun (kurs Rp 13.300). Klausal kontrak yang telah ditandatangani 14 februari 2018 memberikan potensi ekspor ke Rusia bagi Indonesia sebesar 50% dari nilai pembelian tersebut, atau senilai USD 570 juta. Sewaktu daku membaca berita tersebut pun terkaget-kaget bahwa Pemerintah Indonesia bagaikan tim sepakbola Barcelona yang mampu main cantik.
Bila ditilik di periode yang sama tahun lalu pada periode Januari-Juni 2017, nilai ekspor komoditas Indonesia yang masuk kategori produk pertanian dalam perjanjian imbal beli adalah CPO dan turunannya sebesar USD 202,47 juta, biji kopi USD 33,4 juta, karet olahan USD 17,47 juta, CCO dan turunannya USD 17,42 juta, kakao olahan USD 13,47 juta, teh olahan USD 7,55 juta, makanan olahan USD 5,23 juta, buah-buahan olahan USD 4,72 juta, rempah-rempah USD 1,82 juta, ikan olahan USD 0,88 juta, rempah-rempah olahan USD 0,21 juta, dan teh USD 0,19 juta.
Ngobrol Asyik Bersama Badan Karantina Pertanian-Kementerian Pertanian
Sebagai seorang blogger, daku harus banyak membaca dan mendengar tidak hanya banyak menulis saja. Pertanyaan dalam diri apakah ekspor imbal beli SU-35 dengan komoditi pertanian nantinya hanya cukup dikirim (ekspor) saja tanpa melakukan pemeriksaan karantina ?