Nurul Komariah (32) namanya, ia merupakan petani tembakau di Desa Bagusan, Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, kini beralih menanam sayuran. Dia beralih menjadi petani sayuran di antaranya karena tidak tahan dengan panjangnya proses tata niaga tembakau. Berdasarkan media arus utama Kompas.com yang di beritakan tertanggal 29 Januari 2017 (Berita DISINI), nurul berpindah haluan mejadi petani sayur dimana ia tidak harus berhadapan dengan tengkulak untuk menjual hasil pertaniannya.
Para petani seperti Nurul yang selalu dijadikan tameng oleh industri tembakau dan oknum-oknum legislatif yang menjadi inisator RUU Pertembakauan agar RUU tersebut disyahkan menjadi Undang-Undang. Yang menjadi dalih RUU ini disyahkan adalah kepentingan petani tembakau yang dilekatkan dengan industri rokok dalam negeri. Jadi terkesan apabila kepentingan Industri tembakau dihambat maka akan membuat petani tembakau termiskinkan.
Julis Ibrani (Advokat Peduli Pengendalian Tembakau Indonesi) berujar "ketika petani tembakau diperumpamakan yang akan dibela tetapi kenyataannya musuh petani tembakau adalah industri rokok itu sendiri, cuaca yang tidak menentu, para tengkulak, dan impor tembakau yang sekarang mencapai 60% mencekik mereka" ujarnya di konfrensi pers Komnas Pengendalian Tembakau, jakarta (6/3/2017)
Lanjut Julius bahwa tanaman tembakau itu rentan rusak karena tembakau juga tidak boleh sedikit pun terkena air dan terlalu kering karena hal itu akan membuat tembakau kualitasnya jelek dan tidak layak jual. Sehingga petani harus selalu siaga menjaga tembakau. Ini hanya untuk kepentingan industri tembakau agar mereka dapat mengimpor lebih banyak tembakau dari luar negeri. Karena dalam RUU Pertembakauan ini tidak ada pembatasan bagi Industri rokok untuk memperbanyak produksi hanya cukup melaporkan.
Secara tegas ekonom Faisal Basri menyampaikan " Saya menilai, politisi yang mendukung RUUP adalah politisi busuk karena hanya mementingkan industri rokok dan melupakan rakyat" sindirnya pada saat konfrensi pers Komnas Pengendalian Tembakau, di Jakarta Pusat (6/3/17).
Hasbullah Thabrany sebagai Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau dan Guru Besar Universitas Indonesia yang juga hadir pada konfrensi pers menilai alasan menggunakan petani dan industri rokok dalam negeri akan terpuruk hanya untuk mendorong dilanjutkannya pembahasan Rancangan Undang-undang Pertembakauan. Hal tersebut merupakan alasan yang politis.
Tembakau bagaikan komiditi primadona sehingga untuk mengatur tata niaganya, pengendalian, produksi, impor harus di atur dengan undang-undang khusus. Padahal masih banyak komiditas pertanian lain yang memiliki pengaruh lebih besar bahkan hajat hidup orang banyak yang perundang-undangannya tidak diatur secara khusus, contohnya beras, gula, daging, tepung, dll. Apa yang membuat perlu nya tanaman tembakau begitu penting sehingga di special kan ?
Pemerintah Sebagai Stake Holder Merupakan Penentu RUU Pertembakauan
Menurut Julius Ibrani menambahkan "di negara lain banyak legislator yang ditangkap karena di suap oleh Industri rokok itu fakta, ada celah legislatif di Indonesia ini su'udzon kami. Karena merujuk pada cooporate Accountability International Reports yang menyebutkan strategi yang dilakukan oleh Industri rokok di dunia antara lain melakukan intervensi seperti menggagalkan kebijakan negara, mengeksploitasi celah legislatif, termasuk menyogok legislator" ungkapnya pada konfrensi pers Komnas Pengendalian Tembakau, Jakarta (6/3/2017).
Jika membaca dan mencermati pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pembahasan RUU Pertembakauan tak bisa dilanjutkan tanpa persetujuan pemerintah. Sebab, RUU inisiatif DPR hanya bisa dilanjutkan ke pembahasan tingkat satu jika ada persetujuan dari pemerintah. Persetujuan pembahasan dituangkan dalam surat Presiden yang diserahkan kepada DPR. Surat Presiden juga berisi penunjukan kementerian yang akan mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan bersama DPR.