[caption caption="Deskripsi : Kampung Naga I Sumber Foto : Andri M"][/caption]
Mie instan aku lahap bersama dua orang teman dari Komunitas Backpacker Jakarta di salah satu warung warga yang berornamen bilik bambu, diseberang meja yang hanya berjarak satu setengah meter terlihat dua orang pria berbicara tentang kehidupan di Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. Salahsatunya adalah traveller dari komunitas Backpacker Jakarta dan satunya lagi berpakaian adat. Traveller itu tampak tertarik dengan tradisi dan budaya Kampung Naga. Pria berpakaian adat tersebut ternyata pemandu kami yang akan memandu, mengenalkan lingkungan, budaya dan tradisi di Kampung Naga.
Waktu telah menunjukkan pukul 13.20 WIB, Penanggung Jawab trip Yuti dan Cahyadi memanggil seluruh peserta dilokasi parkir yang terletak diatas lembah dimana kampung Naga berada " Ayooo kumpul, saatnya kita turun ke Kampung Naga " sambil menepukkan kedua tangan.
Tiga puluh delapan traveller komunitas Backpacker Jakarta pun berkumpul, Yuti dan Cahyadi memperkenalkan pemandu wisata berpakaian adat, pria muda itu pun memperkenalkan dirinya "Nama saya Uria, saya yang akan memandu teman-teman Backpacker Jakarta di Kampung Naga"
[caption caption="Deskripsi : Uria sang Pemandu Wisata Kampung Naga I Sumber Foto : Andri M"]
[/caption]
[caption caption="Deskripsi : Traveller dari Komunitas Backpacker Jakarta I Sumber Foto : Andri M"]
[/caption]
Kami berjalan meninggalkan parkiran menuju Kampung Naga yang terletak di lembah yang subur, terdapat 439 (Empat ratus Tiga Puluh Sembilan) anak tangga dari Kampung Sanaga menuju Kampung Naga. Sambil melangkah menuruni anak tangga, Uria memberikan penjelasan tentang kenapa dinamakan Kampung Naga "Kampung Naga sangat berbeda dengan namanya, dan jangan dihubungkan tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang pernah berada di sana. Nama Kampung Naga berasal singkatan kata dari Kampung diNa Gawir ( bahasa sunda ) yang artinya kampung yang berada di lembah yang subur. Yang kemudian disingkat menjadi Kampung Naga" ucapnya
Sebagai pemandu wisata, Uria mampu berkomunikasi secara baik sepertinya dia telah mengalami pelatihan public speaking untuk menghadapi para wisatawan. Berdasarkan keterangannya, Kampung Naga adalah kampung kecil dimana para penduduknya patuh dan memegang adat tradisi nenek moyang dalam hal ini adalah adat Sunda. Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari, sampai saat ini mereka masih menjaga dari intervensi pengaruh luar.
[caption caption="Deskripsi : Pemandangan Kampung Naga dari Puncak Lembah I Sumber Foto : Andri M"]
[/caption]
Sepertiga perjalanan menuruni anak tangga, Uria menghentikan langkah kami "Teman-teman berhenti disini, disinilah spot yang baik untuk foto-foto dimana akan terlihat jejeran rumah-rumah khas kampung naga dari atas lembah, biasanya para fotografer ngambil foto dari lokasi ini" dengan tangan menunjuk ke arah perkampungan yang dikelilingi oleh persawahan dan sungai.
Aku pun mengambil gambar menggunakan smartphone, lokasi yang masih terletak diatas lembah dimana kampung naga masih terlihat kecil dalam pandangan. Smartphone ku tidak mampu menangkap keelokan bangunan rumah tradisonal dari jarak ini, sepertinya apabila kembali kesini aku harus membawa DSLR. Sekitar sepuluh menit kami berdiam di puncak lembah itu, para traveller bergantian mengambil foto dengan berbagai gadget baik itu smartphone maupun DSLR. Kemudian kami melanjutkan menuruni anak tangga yang berkelok dan landai, tidak seperti di gunung galunggung dimana lurus menanjak dengan sudut kemiringan anak tangga lebih curam.