Lihat ke Halaman Asli

Andri Mastiyanto

TERVERIFIKASI

Penyuluh Kesehatan

Trip Bergaya Backpacker Tidak Selalu Menjelajah Alam "Aku Dipenogoro"

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14244933572085974762

Ketika seseorang mendengar kata berpergian dengan gaya backpacker maka sebagaian besar akan berkonotasi melakukan perjalanan menjelejah alam seperti : gunung, pantai, pulau, laut, dll.  Tetapi tidak banyak yang menyadari trip ke museum juga bagian dari trip bergaya backpacker. Backpacker berawal dari kata backpack / ransel yang saya difinisikan tidak berpergian bersama kelompok tour travel / agen perjalanan, membawa barang sesuai kebutuhan, bersifat menambah pengetahuan baik dari segi perjalanan, budaya, makanan khas, pemandangan dan berwisata dengan anggaran yang low budjet. Tetapi seorang backpacker bukan nekat traveller yang kemana-mana harus menggembel dan menyiksa diri, karena seorang backpacker adalah smart traveller. Backpacker sangat fleksibel dalam  meng'organize perjalanannya, dan acapkali ini yang sering bermasalah ketika berjalan bersama dengan group yang besar.

[caption id="attachment_352199" align="aligncenter" width="363" caption="Sang Pangeran Dipenogoro"][/caption]

Pada hari minggu tanggal 15 februari 2015, saya mengunjungi sebuah pameran seni yang bertajuk "Aku Dipenogoro - Sang Pangeran Dalam Ingatan Bangsa" dimana diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia yang berlokasi Jl.Medan Merdeka Timur no.14  Jakarta. Berdasarkan press coonfrence akan diadakan serangkaian acara seperti diskusi panel dan lokakarya yang akan melengkapi pameran ini, termasuk pameran parallel Pangeran Diponegoro dalam Perspektif Belanda sejak 1800 Hingga Kini, di pusat kebudayaan Belanda, Erasmus Huis. Pameran yang berlangsung dari tanggal 12 Februari hingga 8 Maret ini, memusatkan perhatian pada pengaruh Diponegoro terhadap politik dan masyarakat Belanda di abad ke-19 dan ke-20 melalui surat-surat, manuskrip dan artikel media massa Belanda. Pameran ini menunjukkan hubungan Diponegoro dan negara Belanda yang terus berlangsung dan menginspirasi karya seni rupa.

[caption id="attachment_352201" align="aligncenter" width="300" caption="Tampak Depan Galeri Nasional Indonesia"]

14244934261331516314

[/caption]

Saya mengenang Pangeran Diponegoro pada saat saya masih begitu mencintai buku sejarah sewaktu masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai pahlawan perjuangan awal abad kedelapan belas yang memimpin perlawanan Jawa terhadap Belanda  yang dikenal sebagai Perang Diponegoro (1825-1830). Seorang pemimpin peperangan besar di Jawa yg dikalahkan dengan cara yang licik yaitu dengan menangkap pada saat perundingan berlangsung di Magelang dan itu menjadi "AIB"  bagi pemerintah kolonial Belanda saat itu di mata dunia. Bahkan Pangeran Hendrik Sang Pelaut yang mengunjungi Makasar pada awal Maret 1837  menulis surat untuk ayahnya [Raja Willem II]-(wassing-Visser 1995 : 246) : "Hari pertama (di makassar) melihat benteng disini, saya bertemu dengan tahanan kita yang keliatan tidak bahagia, Diepo Negoro [..] yang jatuh ke tangan kita secara curang". Dari surat itu menunjukkan bahwa pangeran Belanda itupun malu atas strategi penangkapan yang dilakukan kepada Pangeran Dipenogoro.

[caption id="attachment_352205" align="aligncenter" width="300" caption="Karya Seni Pameran Aku Dipenogoro"]

14244935161280389186

[/caption]

[caption id="attachment_352211" align="aligncenter" width="300" caption="Tombak Pangeran Dipenogoro"]

14244939411291552684

[/caption]

[caption id="attachment_352212" align="aligncenter" width="300" caption="Tongkat Sang Pangeran"]

14244940071463347647

[/caption]

[caption id="attachment_352213" align="aligncenter" width="300" caption="Wayang"]

1424494082662897465

[/caption]

Perjalanan saya menuju ke Galeri Nasional Indonesia menggunakan angkutan umum dari Cikeas-Nagrak yaitu bus APTB jurusan Cileungsi-Blok-M yang bertarif Rp.17.000 lalu turun di shelter busway Senayan, kemudian melanjutkan dengan Busway menuju shelter harmoni. Ketika berada di shelter harmoni saya membatalkan naik busway jurusan harmoni - pulogadung karena antrian yang panjang, saya memutuskan naik bus mayasari bakti jurusan pulogadung (bertarif Rp.4.000,-) ternyata tidak melewati Galeri Nasional Indonesia dan terpaksa saya turun didepan Masjid Istiglal. Dari masjid Istiqlal saya berjalan kaki sekitar 1 km ke Galeri Nasional Indonesia dimana salah satu teman saya "Fajar Nur Amri" dari Komunitas Backpacker Jakarta telah menunggu.

[caption id="attachment_352206" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu Quote dari Seni Modern"]

14244935931234977437

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline