Lihat ke Halaman Asli

Nandita Sulandari

Jurnalis Independen

Di Balik Strategi Listrik Jokowi

Diperbarui: 8 Mei 2017   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Infrastruktur Listrik Dikebut dan Proyek Mangkrak di Rezim Sebelumnya Dibereskan, "Rakyat Harus Mendapatkan Hak-nya Untuk Menikmati Listrik" (Sumber Gambar : Setkab.go.id)

-Keberhasilan di Sektor Penyediaan Listrik Akan Jadi Titik Kemenangan Politik Jokowi-. 

Politik Tata Ruang Jokowi Untuk Wilayah Republik

Politik Energi termasuk perluasan pembangunan Listrik, saat ini menjadi tolok ukur bagaimana membentuk "Indonesia Ke Depan". Banyak yang mengeritik Presiden Jokowi ketika infrastruktur digenjot habis-habisan namun jarang yang sadar, bahwa setelah infrastruktur terbentuk maka terbangunlah "Ruang Hidup Baru", Kota-Kota baru terbentuk, jaringan industri dan keterhubungan antar kota terbentuk, dibangunnya kompleks-kompleks 'Kota Pelabuhan' dan 'Kota Bandara' baru, ketika 'Ruang Hidup Baru Terbentuk'. Maka persebaran penduduk akan terjadi, perlu diingat kita sedang mengalami bonus demografi besar di tahun 2020, antisipasi membangun 'ruang hidup baru' yang tidak hanya terpusat di Jawa menjadi rencana jangka menengah yang urgen dan inilah salah satu kesempatan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Pasifik. 

Perlu dicatat salah satu kelemahan kita sepanjang sejarah adalah "Kita tidak mampu membentuk kota kota baru, semua dibangun di masa Hindia Belanda atau kota kota peninggalan kerajaan di masa lampau, memang ada beberapa yang dibangun pasca Indonesia Merdeka namun tidak banyak", Politik Pembangunan Kota-Kota Baru bagi Jokowi sudah menjadi arah baru ekonomi politik Indonesia yang diperkirakan menjadi arus besar pola pikir pembangunan Indonesia selama 30 tahun ke depan. 

PLN, Jokowi dan Listrik Republik

Diukur dari sisi apapun, pembangunan sektor listrik di era Jokowi adalah yang paling cepat bila dibandingkan dengan rezim-rezim sebelumnya,pembangunan listrik 35.000 MW menjadi ukuran "sumpah politik Jokowi" dalam sektor pembangunan negara. Bayangkan sepanjang 40 tahun, pembangunan sektor listrik kita hanya 20.000 MW (Baca : Jonan : Pembangunan Infrastruktur Listrik Era Jokowi Ngebut Sekali ) di masa Jokowi, pembangunan listrik dikebut habis habisan sampai 35.000 MW, proyek ini bisa dikatakan sebagai "Proyek Lompatan Jauh Indonesia Ke Depan". 

Pemikiran listrik Jokowi ini didasarkan pada pengalaman masa kuliahnya dulu di UGM awal tahun 1980-an, ia melihat bagaimana listrik bisa mempercepat pembangunan ekonomi sebuah desa. Lantas setelah lulus kuliah, Jokowi pernah tinggal di Aceh. Saat tinggal di Aceh ia melihat sendiri dengan mata kepalanya bagaimana begitu kurangnya jaringan listrik di Sumatera saat itu sekitar tahun 1987-an, dan saat ia maju menjadi Presiden Republik Indonesia, Sumatera juga masih kekuarangan listrik. Disinilah renungan-renungan Jokowi berhadapan pada realitas listrik bangsanya yaitu : "Pemerataan", Pembangunan jalan dan listrik, akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kota-kota baru, disini negara menjadi "Katalisator atas pembangunan sebuah wilayah industri baru, kemudian anak-anak muda diharapkan bisa masuk dan membentuk kota-kota baru itu yang berada di luar Jawa". Penumpukan demografi tidak terjadi di satu tempat di Jawa, tapi memperluas basis wilayah wilayah berpenduduk padat sehingga menjadi sebuah kota yang memiliki konektivitas, listrik dan kota yang cerdas (smart city). 

Renungan renungan dan pengalaman hidupnya saat Jokowi kuliah, pengalamannya bekerja di Aceh saat melihat listrik dan ketika ia membaca progres pembangunan Indonesia semasa ia menjadi kandidat Presiden RI, membuat Jokowi mengambil keputusan politik, bahwa kekuasaan yang melekat pada dirinya digunakan untuk membangun infrastruktur supaya mempercepat pertumbuhan "ruang-ruang hidup baru" di wilayah Republik. Filosofi pembangunan Presiden Jokowi ditetapkan lewat pembangunan di wilayah yang dianggap dulu sebagai 'wilayah periferal', ini artinya pembangunan dilakukan di desa-desa, di pinggiran yang kemudian merambat ke pusat, di dalam agenda kerja Jokowi disebutkan : "Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan".


Lalu bagaimana PLN harus menghadapi tantangan "Sumpah Politik" Jokowi dibidang infrastruktur listrik ini ditengah anggaran negara yang mepet ?, ada dua jawaban : "pertama, memperluas sektor modal dan kedua, 'efisiensi di seluruh lini arus pergerakan kas di PLN".  Langkah pertama, dilakukan dengan banyak pertimbangan termasuk menarik investasi asing, melakukan pinjaman lunak jangka panjang, dan mengeluarkan obligasi "Global Bond" yang dilempar ke pasar modal internasional. Dan langkah kedua adalah efisiensi, PLN harus melakukan efisiensi dengan ketat, dan yang jadi sasaran adalah pemasok Bahan Bakar pembangkit listrik yang selama ini sarat permainan dan amat mahal. Ketika melakukan efisiensi inilah PLN mendapatkan serangan habis-habisan, dari banyak pemain yang selama ini memasok Bahan Bakar ke Pembangkit-Pembangkit Listrik PLN. 

Jokowi dan Jaringan Listrik Mangkrak 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline