Lihat ke Halaman Asli

Myrna Fitria

Aku Berfikir dan Aku Berasa

Akhlak Anda di Mana?

Diperbarui: 13 Januari 2020   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat pertunjukan di media masa mengenai kinerja BUMN belakangan membuat prihatin. Mulai dari dugaan window dressing / memoles laporan keuangan, pencitraan lebay, hingga perbuatan tercela para oknum manajemen yang semuanya merugikan masyarakat dan negara serta karyawan BUMN sendiri. Biarlah proses itu menjadi tugas yang berwenang, tulisan ini sekedar pandangan pribadi sehubungan dengan kepedulian terhadap kemajuan negara kita. 

Saya pernah berdiskusi dengan beberapa veteran senior BUMN yang sudah makan asam garam pengalaman di dunia Birokrasi BUMN. Saya pikir BUMN lebih tepat disebut dunia Birokrasi, bukan dunia Profesional. Pertanyaan saya kepada mereka intinya adalah, apakah worth it bagi kaum profesional, khususnya milenial, yang berniat ingin ikut contribute buat negaranya, bekerja di BUMN atau Pemerintahan?

Menurut pengamatan saya, masyarakat Indonesia pada umumnya tidak peduli untuk melakukan perbaikan apabila tidak ada keuntungan pribadi untuk dirinya, atau apabila jika tidak dilakukan akan membahayakan kepentingannya. 

Kondisi ini berbeda dengan dunia profesional swasta, up- front sejak awal yang dibicarakan adalah soal untung rugi untuk "Kepentingan Organisasinya, bukan kepentingan pribadi dulu". Keadaan ini saya amati berbeda dengan tingkah laku masyarakat di negara maju seperti Jepang, Eropa atau Amerika. Mereka pada umumnya MAU mengalahkan kepentingan dirinya untuk kepentingan umum. Tentu setelah kebutuhan pribadinya selesai. 

Hipotesa saya, sepertinya kebanyakan orang Indonesia nafsu duniawinya tidak bisa dikontrol karena tidak terbatas, tidak pernah merasa cukup. Makanya ketika menjadi pejabat, oknum yang terlibat kasus korupsi birokrasi tangkap KPK tidak ada yang orang susah. 

Contoh lainnya, issue yang diangkat Ketum PBNU mengenai dukungan Pemerintah untuk menggelontorkan pinjaman lunak microfinance sebesar Rp. 1,5T bagi anggota NU. Saya koq haqqul yakin, ada banyak sekali cendikiawan muslim yang memberikan alternatif solusi dan sudah menyampaikan ke Pemerintah sejak dulu. Tapi sampai sekarang, sudah tahun 2020 di era disruptive 4.0, dimana ilmuwan Elon Musk dan timnya detik ini sedang sibuk menciptakan pesawat pariwisata ke luar angkasa, masalah pemberdayaan perekonomian rakyat miskin di negara ini ya itu - itu saja. Nggak ada topik yang benar - benar baru untuk dipikirkan bersama solusinya.

Bagaimana meningkatkan keahlian dan menumbuhkan ethos kerja SDM, bagaimana meningkatkan kualitas barang produksi UMKM dan mikro, bagaimana agar pedagang mikro dan ultra mikro dapat membuat packaging yang bertandar internasional, bagaimana jalur distribusi, kemana barang UMKM akan dipasarkan, apakah membuka pasar baru di dalam dan di luar negeri, dan lainnya. 

Itu semua masalah klasik dasar, saya yakin sudah berkali - kali dibahas selama bertahun - tahun, dari tingkat desa sampai rapat Kementrian. Orang Indonesia itu pintar -pintar kok.

Kita juga menonton berita Presiden berbicara urgentnya meningkatkan Export produksi dalam negeri. Lha kan masalahnya sejak dulu itu - itu saja sih. Keran import dibuka, petani dan BUMN kita suffering, tapi diizinkan juga oleh Pemerintah. Izin import keluarnya dari menteri kok. Well, dengan alasan kebutuhan politik, mesti dimaklumi dan dipahami, setiap kebijakan tentunya memiliki dua sudut pandang. Di satu sisi, ada rakyat yang menikmati dan di sisi lain, ada rakyat yang berkorban. Tidak ada yang salah. That's the way it goes, that's the way negara berjalan.

Anomalinya adalah, saat orang Indonesia berada di luar negeri, kita bisa hidup comply terhadap aturan negara orang. Tapi sewaktu kembali ke Indonesia lagi, prilakunya berubah di drive Ego. Banyak pejabat yang berasal dari didikan Profesional Swasta Asing, atau bersekolah di luar negeri, tetapi saat memimpin Birokrasi behaviornya berubah. Aneh juga.

Episode drama mulai dari refreshment tata kelola internal KBUMN, kasus penyeludupan onderdil Harley Davidson dan sepeda motor Brompton di Pesawat Airbus A-300-900 Neo milik maskapai Garuda oleh BOD hingga episode yang sedang tayang issues Jiwasraya dan Asabri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline