Lihat ke Halaman Asli

Myrna Fitria

Aku Berfikir dan Aku Berasa

Meneladani Pahlawan Wanita: Siti Jenab dan Juag Cicih (Buat Pak Nadiem Makarim)

Diperbarui: 11 November 2019   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image Bumi Ageung dari situsbudaya.id

Beberapa bulan lalu kami mengunjungi makam dan rumah (Bumi Ageung) kediaman putri Bupati Cianjur ke -11. Nama lengkap beliau almh. R.A.Cicih Wiarsih. Putri dari R.A.A.Prawiradiredja II (bupati Cianjur ke-10) yang lahir di Cianjur pada 21 April 1901.

Pada akhir abad ke-19, Pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan sistem pendidikan Barat untuk masyarakat pribumi dengan tujuan memperoleh tenaga guru bergaji murah. Saat itu hanya kaum pria yang bisa menikmati pendidikan. Kaum perempuan dianggap cukup mengurus wilayah domestik; sumur, dapur, kasur.

Sebagai putri Bupati, Juag Cicih sangat peduli terhadap pendidikan kaum perempuan. Ketika seorang aktivis perempuan Cianjur bernama Siti Jenab ingin mendirikan sekolah bagi kaum perempuan, Juag Cicih mendukungnya dengan menjadi sponsor Siti Jenab untuk bersekolah di Sakola istri di Bandung. Siti Jenab mendapat bimbingan langsung dari Dewi Sartika, pendiri Sakola istri. 

Image Siti Jenab dari Kaskus

Siti Jenab sendiri merupakan perempuan keturunan bangsawan. Ayahnya bernama Raden Martadilaga, keturunan langsung Dalem Cikondang melalui garis keturunan Dalem Aria Martayuda, R Krijawadana, R Krijajuda, R Dipajuda, R Raden Dipamanggala (Patih Purwakarta) dan R Martadilaga. Sedangkan ibunya Nyi Raden Siti Mariah mempunyai kekerabatan dengan priyayi Brebes.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Bandung, Siti Jenab kembali ke Cianjur dan merasa prihatin melihat kaum perempuan yang tidak dianggap penting peranannya dalam bermasyarakat. Timbul tekad dalam diri Siti Jenab untuk meningkatkan status kaumnya melalui jalur pendidikan. Awalnya Siti Jenab mengajar dengan cara berkeliling, door to door, dari satu tempat ke tempat lain. Mendatangi rumah-rumah, antarkampung dan antardesa.

Perjuangan Siti Jenab membuat Juag Cicih terharu dan iba. Juag Cicih yang mendapat beberapa bidang tanah warisan dari ayahnya, RAA Prawiradireja II, memberikan tanah dan dibangun sekolah dengan bahan kayu dan bilik pada tahun 1906. Mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Keutamaan Istri lainnya yaitu: membaca, menulis, berhitung, Bahasa Belanda, Bahasa Melayu, Bahasa Sunda, budi pekerti, agama dan ketrampilan perempuan seperti membatik dan merenda.  Sekolah yang didirikan Siti Jenab ini masih ada sampai sekarang, dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur dengan mengubah namanya menjadi SDN Siti Jenab.

Aktifitas sosial Juag Cicih juga tidak hanya sekitar dunia pendidikan. Beliau pernah menjadi anggota volksraad (parlemen di era pemerintah Hindia Belanda), Ketua Pasundan Istri dan penggerak Palang Merah Indonesia (PMI) di Cianjur. Bersama Gatot Mangkoepradja, H.Taifur Yusuf, Hasyim Ning dan tokoh-tokoh pergerakan Cianjur lainnya, Cicih pernah terlibat dalam pendirian PETA (Pembela Tanah Air) pada 5 September 1943 dan mendirikan koran pribumi pertama di Indonesia, Sunda Berita. 

Tidak terbayangkan bagaimana pada zaman itu seorang wanita Cianjur ikut mempelopori berdirinya cikal bakal Tentara Nasional Indonesia dan press nasional. Sang cucu yang menemani kami tur di rumah sejarah peninggalan kakek Buyutnya, menceritakan bagaimana keluarga mereka sampai saat ini mencari dokumen sejarah Perusahan koran yang didirikan Juag Cicih sampai ke perpustakaan negeri Belanda dan harapannya agar Pemerintah dapat mengangkat perjuangan neneknya di skala nasional.

Bukan hanya cerdas, peka, kritis dan berani berbeda sikap dengan kebanyakan perempuan, dalam hal kehidupan pribadi juag cicih juga memperlihatkan kepribadiannya. Saat memilih calon suami, Juag Cicih dengan berani menolak lamaran walikota Bandung untuk dijadikan sebagai madu. Juag Cicih memilih lelaki yang lebih sederhana, seorang perjaka yang bekerja sebagai karyawan SS dengan jabatan Kepala Stasiun Cianjur yang bernama alm.Tirto Adisuryo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline