Lihat ke Halaman Asli

RAKITA NUR AISYAH

Mahasiswi di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Adopsi Kebijakan: Kebijakan Pengelolaan Sampah Pemerintah Daerah Kota Bekasi

Diperbarui: 1 Juni 2024   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cr: viva.co.id

Sampah dapat diartikan sebagai material yang sudah tidak lagi memiliki manfaat dan kegunaan dan dibuang oleh pemiliknya. Sampah dapat berbentuk dalam berbagai macam mulai dari kertas, plastik, keramik, kaleng bekas, serta barang elektronik yang sudah rusak. Sampah yang dibuang sembarangan tanpa diimbangi pengelolaan yang tepat akan menimbulkan masalah termasuk didalamnya adalah kesehatan manusia yang terancam. 

Sebelum memasuki inti permasalahan kita harus paham apa yang dimaksud dengan kebijakan. Kebijakan merupakan suatu tindakan atau langkah yang diambil oleh pemerintah, organisasi, atau individu untuk mencapai tujuan tertentu. Adopsi kebijakan adalah tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat.

Pemerintah kota Bekasi telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 02 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, mengolah sampah menjadi sumber daya, menggunakan bahan baku secara lebih efisien dan mengubah perilaku untuk semua. 

Dalam hal ini, penetapan peraturan tersebut tentunya sudah mendapat dukungan dari para stakeholders terkait serta pemangku kepentingan dalam hal ini adalah pemerintah Kota Bekasi itu sendiri serta Dinas lingkungan hidup Kota Bekasi, Waste4change, dsb. Dinas lingkungan kota bekasi juga telah melakukan serangkaian trial atau percobaan yaitu diantaranya menerapkan program "TPS3R" dan juga Bank Sampah. Program Bank Sampah ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bekasi, program ini juga yang menjadi rujukan terbentuknya lembaga non-kedinasan yang dinamakan Bank Sampah Induk Patriot (BISP). 

Program "TPS3R" sendiri memiliki definisi yaitu reduce, reuse, dan recycle. Program ini merupakan sistem pengolahan sampah yang menggunakan teknologi pencacah sampah dan pemilahan pupuk yang efektif dan efisien. Hasil pengolahan sampah organik menjadi kompos dapat digunakan sebagai pupuk tanaman hias dan herbal yang akan dijual di daerah sekitar TPS. 

Namun, kenyataannya penerapan kebijakan ini dalam kehidupan sehari-hari masih sangat sulit dikarenakan beberapa hal diantaranya yaitu peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PermenLH) mengenai 3R dalam konteks Bank Sampah belum dijadikan dasar regulatif oleh Kota Bekasi untuk membentuk Peraturan Walikota terkait Bank Sampah. Hal ini terlihat dari daftar regulasi yang digunakan sebagai pertimbangan dalam Peraturan Wali Kota yang tidak mencantumkan PermenLH. 

Selain itu, pendirian Bank Sampah menghadapi kendala karena stigma negatif yang berkembang di masyarakat, yang sering menganggap sampah sebagai musuh bersama. Kehadiran Bank Sampah, yang dilihat sebagai tempat musuh bersama, dikhawatirkan dapat menurunkan nilai lingkungan tempat tinggal masyarakat. Selain itu, upaya Pemerintah Kota Bekasi dalam menjalankan fungsi pengendalian dan pengawasan perizinan perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Tidak jarang fungsi pengendalian dan pengawasan pemerintah daerah menjadi lemah, yang merupakan salah satu masalah umum dalam birokrasi. 

Selain itu, mengingat Kota Bekasi merupakan daerah metropolitan yang dapat menghasilkan sampah sebanyak 1700 ton tiap harinya. Kota Bekasi juga hanya memiliki satu TPA yang berlokasi di Jl. Pangkalan II No 108 Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, di TPA tersebut hanya dapat menampung sekitar 1000 ton sampah yang mana dapat disimpulkan bahwa 30% sampah yang tidak tertampung berpotensi besar akan dibuang ke TPS liar ataupun dibuang ke kali. 

Kota Bekasi juga memiliki potensi kebocoran sampah ke sungai yang paling besar di wilayah Jabodetabek. Data dari Waste4change menunjukkan bahwa Kota Bekasi memiliki potensi kebocoran sampah sebesar 775 ton per hari, jauh lebih tinggi daripada DKI Jakarta yang hanya memiliki potensi kebocoran sampah sebesar 365 ton per hari. Dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, banyak nya pabrik-pabrik industri dan kapasitas TPA Sumur Batu yang semakin berkurang, penting bagi Kota Bekasi untuk mengatasi masalah ini dengan serius. 

Beberapa peraturan yang juga diterapkan Pemerintah Kota Bekasi untuk menekan besarkan volume sampah diantaranya Pemerintah Kota Bekasi pernah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di ritel modern sejumlah Rp.200,- / kantong plastik, Kebijakan optimalisasi Bank Sampah, serta kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bekasi baru dalam tahap Rancangan Perubahan Perwali (Ranperwali) terkait pengelolaan sampah plastik di Kota Bekasi yang mengarah pada penyediaan kantong plastik berbahan ramah lingkungan.

Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang beruntung karena memiliki modal sosial yang mendukung kebijakan pengelolaan sampah plastik. Terdapat banyak komunitas peduli lingkungan yang berfokus pada kebersihan bantaran sungai dan pengembangan teknologi pengolahan sampah. Namun, dampaknya belum meluas. Dibutuhkan komitmen yang kuat untuk memperluas dan meningkatkan peran komunitas-komunitas yang sudah berkontribusi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, dan pengembang teknologi perlu dipadukan dalam kebijakan fasilitasi yang terorganisir dan terukur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline