Mengutip Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan komentar lengkap pasal demi pasal oleh R. Soesilo, Ratna menjelaskan bahwa istilah cabul diartikan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan keji lainnya. Dalam lingkungan nafsu, libido. Misalnya, mencium, meraba-raba alat kelamin, meraba-raba payudara, dll.
Dari uraian singkat diatas mengenai pengertian pelecehan seksual kamu mungkin sudah mendapat gambaran apa itu perbuatan cabul atau pelecehan seksual. Nah, tahukah kamu jika laki-laki bisa menjadi korban kekerasan seksual?
Contoh pelecehan seksual laki-laki yang mendapat perhatian publik adalah kasus pelecehan seksual terhadap pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pada awal September 2021, sebuah utas oleh karyawan KPI MS menjadi viral. Thread ini membahas tentang pelecehan seksual yang dialami MS di tempat kerja korban pada tahun 2015. Contoh lain, pada Januari 2020, warga Inggris dikejutkan dengan perpanjangan nama Reynhard Sinaga dari Indonesia yang divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan di Manchester, Inggris. Kejadian ini tidak hanya mengejutkan Inggris, tetapi juga menjadi topik pembicaraan di kalangan masyarakat Indonesia. Ini menyebabkan kegemparan karena Reinhardt disebut sebagai pemerkosa terbesar dalam sejarah Inggris. Reynhard dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas 159 tuduhan pemerkosaan dan penyerangan seksual terhadap 48 korban laki-laki.
Dengan adanya kasus kasus seperti diatas Lantas apa yang membuat laporan korban pelecehan seksual sering dianggap remeh?
Kepada Asumsi.co, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan laporan pelecehan seksual sering dianggap remeh karena dianggap bukan perbuatan yang fatal. Padahal, tindakan ini tidak hanya merugikan korban secara fisik, tetapi juga mental.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual sebagian besar adalah perempuan dan mayoritas pelakunya adalah laki-laki. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual juga terjadi pada laki-laki, terutama anak laki-laki. Menurut laporan Quantitative Gender Equality Barometer Study yang dirilis Ikatan Riset Yudisial Indonesia (IJRS) dan INFID pada tahun 2020, 33% pria pernah mengalami kekerasan seksual, terutama dalam bentuk kekerasan seksual.
Menurut survei yang dilakukan oleh Aliansi untuk Ruang Publik yang Aman (KRPA) terhadap 62.224 responden, 1 dari 10 pria pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Data dari Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual pada tahun 2018 sebagian besar adalah anak laki-laki, dengan 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan mengalami kekerasan seksual.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2017, untuk kelompok usia 13-17 tahun, tingkat kekerasan seksual pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, yaitu 8,3%, yaitu dua kali lipat prevalensi kekerasan seksual terhadap perempuan. sebesar 4,1%.
Hasil ini menarik karena laki-laki jarang terlihat sebagai korban kekerasan seksual. Meskipun laki-laki lebih kecil kemungkinannya menjadi korban kekerasan seksual, banyak kasus yang belum terpecahkan. Sebuah penelitian terhadap satu dari enam orang menyimpulkan bahwa masalah kekerasan seksual terhadap laki-laki tidak dilaporkan, tidak diakui dan tidak terselesaikan. Data menunjukkan bahwa terjadinya kekerasan seksual terhadap laki-laki seringkali terabaikan karena laki-laki yang menjadi korban cenderung tidak melapor.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mencegah isu yang semakin membesar ini? Bagaimana cara untuk menekan angka pelecehan seksual di negara ini baik kepada laki-laki maupun perempuan?
Jujur saya sendiri masih abu-abu. Dalam menangani masalah ini diperlukan adanya kerjasama antara aparat dan masyarakat. Jika salah satu komponen tersebut tidak bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman, negara bebas pelecehan seksual pun hanya akan menjadi angan-angan saja. Selain faktor kerjasama aparat-masyarakat, ada faktor lain yang menurut saya juga penting dan banyak orang lalai atau bahkan tidak tahu. Faktor tersebut adalah menahan diri untuk tidak berbuat asusila. Melawan hawa nafsu mungkin tidak mudah untuk sebagian orang. Namun, jika kita membiarkan nafsu tersebut mengambil alih kontrol atas diri kita dan melampiaskan nafsu tersebut kepada orang yang tidak dikenal, maka apa bedanya kita dengan binatang.