Lihat ke Halaman Asli

LOGIKA AWAM

Wirausaha

Memilih Presiden

Diperbarui: 25 November 2022   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belasan bulan lagi rakyat ada acara serius yaitu: Memilih Presiden. Acara serius..karena jabatan presiden akan sangat berpengaruh pada "nasib rakyat". Bukan berarti rakyat sekadar menggantungkan nasibnya pada presiden..karena urusan nasib tentu tetap atas kendali dirinya sendiri...tapi bahwa posisi presiden sangat berpengaruh karena kepadanyalah kunci kebijakan atas segala potensi negara termandatkan. Dan potensi negara itulah modal dasar rakyat sebagai owner negara. Kebijakan Presiden atas potensi kekayaan negara yang tidak sekadar ribuan trilyun...kebijakan harga BBM...kebijakan ini kebijakan itu..pengaturan itu pengaturan ini...dsb..akan berdampak pada sulit mudahnya hidup rakyat.

Maka presiden tentu haruslah benar benar anak bangsa terbaik dan penuh perhatian pada kondisi rakyat..sehingga segala kebijakan nantinya atas pengelolaan potensi potensi yang ada bisa membawa dampak yang super maksimal bagi bangsa dan negara.

Memang ada fungsi DPR dalam pengolaan negara tapi Presiden sebagai lembaga eksekutif tetaplah yang lebih mewarnai.

Begitu strategisnya pengaruh gerak langkah presiden pada kehidupan rakyat sehingga misalnya saja presiden terjadi kurang jeli dalam memilih menteri yang ternyata kurang ahli di bidangnya misalnya..pun rakyat jua yang akan merasakan dampaknya..karena posisi rakyat itu kadang menyandang dua predikat sekaligus..sebagai owner..sekalian kadang sebagai pelengkap penderita.

Maka karena keurgenan yang seperti itu sehingga acara pilpres tentu bukan main main baik bagi rakyat (istilah kata: Teliti Sebelum Membeli..!!) juga tidak main main bagi yang akan dipilih..mengingat persoalan nasib ratusan juta jiwa itu bisa dikata hal yang: "sakral".  Kalau dari awal misalnya motivasi calon presiden lebih ke keinginan untuk 'keren' karena menyandang predikat "orang nomor satu", anak cucu kelak ikut kebawa hidup yang di-klas-kan tertentu oleh masyarakat, dst..maka sebenarnya hal demikian sudah menjadi "kekeliruan diawal". Karena sebenarnya..kalau boleh dibilang..jabatan presiden itu adalah jabatan yang "anti keren" dan "non profit". Anti keren karena esensi tugas presiden itu begitu berkait dengan resiko nasib rakyat..sehingga dorongan berfikir tentang keren cenderung "tidak sempat" lagi.. Dan "non profit" karena ini bukan semata mata seperti direktur sebuah perusahaan yang tentu tidak salah kalau salahsatu pertimbangannya bisa bergaji besar..tapi dalam hal presiden..bahkan harus siap nyaris tanpa gaji kalau negara dikondisi sangat berat tapi negara tetap harus dijalankan..(misalnya negara di kondisi perang yang berat...)

Sekadar mengejar "bisa terpilih"..juga seperti 'jebakan batman'..karena "bisa terpilih" itu sebenarnya belum "otomatis" bisa benar benar mampu mengemban tugas jadi presiden yang "sesungguhnya tugas presiden"..karena di sesi pemilihan..rakyat hanya bisa sebatas memilih berdasarkan yang disenangi..belum memungkinkan dengan dasar pertimbangan nilai nilai kemampuan yang lebih komprehensif pada diri seorang calon presiden misalnya tentang kapasitas, integritas, dsb...karena sampai sementara ini juga belum ada mekanisme seleksi yang 'resmi' atas point point demikian pada pencalonan presiden. Karena kalau test test yang semacam itu hanya oleh partai partai pendukung tentu belum 'representatif' dan belum obyektif dan 'fair'..

Maka sekadar "bisa terpilih" oleh rakyat..masih bisa terjadi Presiden terpilih kedodoran dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden..terutama untuk bisa solutif bagi permasalahan bangsa.

Maka calon presiden harus benar benar evaluatif atas dirinya sendiri...tentang kemampuan dan itikad kuatnya dalam pengabdian..bukan sekadar ingin keren dan bisa terpilih.

Maka kadang mengusik pikiran..(walau ini memang sangat umum) bahwa..ada "perayaan kemenangan" saat seseorang menang pilpres. Kalau dari sudut "pribadi" memang hal demikian sangatlah wajar...karena bagi dirinya ataupun keluarga besarnya..atau para pendukungnya...hal jadi presiden adalah sangat membanggakan..tapi masalahnya kalau dari sudut rakyat secara menyeluruh..bukankah saat terpilih itu justru beliau "baru mulai"..?? Sehingga sebenarnya belum ada "sesuatu" yang bisa dirayakan.. relatif belum ada nilai keberhasilan apapun bagi rakyat..sehingga..apa yang dirayakan..??

Seperti pemain sepakbola yang baru masuk lapangan..apa yang harus dirayakan..?? Perayaan kemenangan sebetulnya lebih logis kalau terjadi setelah selesai tugas lima tahun kemudian. Itupun sebenarnya lebih ke acara selamatan "kelegaan" bahwa sudah 'berhasil' melewati tugas berat dan "sakral"...tapi untuk dikatakan "berhasil" sebetulnya tugas presiden itu bisa diistilahkan "mustahil berhasil"..karena keberhasilan seorang presiden itu hanya di ranah 'ideal'..yang artinya hanya bisa dibayangkan tetapi "tidak mungkin" tergapai.. Karena menyangkut nasib ratusan juta jiwa..sehingga apa mungkin ratusan juta jiwa bisa terpuaskan semuanya..?? Seperti halnya saat pemilihan..satu suara pun mestinya tidak boleh terabaikan..maka kalau kemudian setelah selesai masa jabatan ada satu suara yang sungguh sungguh merasa tidak terpuaskan..apa boleh diabaikan..??. Maka presiden yang benar benar sukses sebenarnya 'mustahil'..

Tapi kita mestinya tidak harus ribut tentang sematan keberhasilan pada diri seorang presiden/mantan...karena sebenarnya..penting tidak sih..predikat "berhasil" itu bagi seorang presiden ataupun mantan..?? Negarawan tidak perlu sematan sematan itu..karena yang fokusnya hanyalah upaya dan fakta bagaimana rakyat bisa meningkat kesejahteraannya..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline