Lihat ke Halaman Asli

Rakhmat Koes

Performance Art, Photography & Vintage Motorcycle Enthusiast (IG & Twitter: @rakoes)

Piala Dunia Vs Piala Akhirat!!!???

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menyusuri Rekayasa (Wacana) Publik di Indonesia, dalam kacamata ke-Goblok-an !?

Memasuki pertengahan 2010 seluruh media di Dunia terfokus pada sebuah negara ter-pesat di Benua Afrika, yakni Afrika Selatan. Negara yang sempat terbelenggu dengan politik Aperthaid pada zaman dulu, kini telah berubah menjadi negara demokratis yang di motori oleh Nelson Mandela. Afrika Selatan (Afsel), merupakan salah satu negara kaya raya di benua Afrika, Afsel menghasilkan Emas, Berlian, dan Platinum terbesar di Dunia. Dan pada bulan Juni - Juli 2010 Afsel menjadi sorotan Dunia, dengan dilangsungkannya Piala Dunia Sepak Bola atawa World Cup 2010. Ditunjuk Afsel sebagai tuan rumah, membuat negera yang pernah di pimpin Nelson Mandela tersebut harus berbenah diri, dan melakukan renovasi dan pembuatan stadion baru bertaraf internasional sesuai standar FIFA.

Walaupun harus tumbang pada babak penyisihan, negara yang paling banyak kulit putih-nya di benua Afrika tersebut tetap menjadi headline di media internasional. Bukan hanya sepak bola-nya yang menjadi pembicaraan, tapi budaya, alam, industi, hingga cape town sebagai ibu kota dan vuvuzela sebagai alat musik khas menjadi wacana tersendiri di luar Piala Dunia 2010. Tidak bisa di pungkiri Dunia sekarang tertuju pada Afsel, walau kemarin sempat teralihkan dengan ulah Zionis yang selalu melanggar hak asisi manusia dan membuat teror kembali di jalur Gazza.

Gemerlap kemegahan Piala Dunia telah juga tercium jauh-jauh hari oleh rakyat Indonesia, media dan kantor-kantor berita pun tentu tak mau ketinggalan kabar, mereka mengirimkan para jurnalisnya untuk turut serta meliput gelar akbar Piala Dunia 2010. Tidak ketinggalan ketua PSSI kita juga turut pergi kesana, entah hanya sekedar nongkrong atau turut nimbrung dengan petinggi FIFA atau mungkin menjadi panitia, yakni pembantu umum??? yang jelas kita tidak pernah tahu, karena media kita yang berada di sana pun tentu tak mau repot meliput beliau yang notabene-nya punya banyak "Dosa" terhadap persepakbolaan dalam negeri, dan juga terhadap 240 juta rakyat Indonesia yang 'pernah' dirampas hak kekayaannya dalam kasus korupsi yang dilakukan beliau .

Berbicara masalah "Dosa", kita tidak perlu jauh-jauh ke Afrika Selatan. Di tengah hingar bingar pemberitaan Piala Dunia 2010 di Afsel, Di Indonesia masih tertumpuk seabrek "Dosa" dalam headline surat kabar, berita-berita, dan menjadi bibir mer dalam "mata pelajaran" infotainment yang setiap satu jam di setiap media televisi turut berdosa merusak tingkat kecerdasan anak bangsa karena telah melakukan Brain Wash terhadap pemirsa-nya dengan Gunjingan dan Gossip juga rekayasa wacana publik. (Inilah dekadensi jurnalistik di Indonesia, semua tak ada lagi berita sentosa & sejahtera!!!???)

Sejak jatuhnya Rezim Soeharto, dan masa euphoria Reformasi yang tak kundung reda hingga saat ini, media menjadi seronok dan seolah telah kehilangan "Kode Etik Jurnalistik"-nya. Banyak media menjadi Terlalu berani dan "Cerewet" dalam mengulas sebuah wacana, seolah media-lah yang paling benar dalam berbicara. (Sekali lagi itu adalah Dekadensi Jurnaistik di Indonesia, sangat disayangkan seribu sayang...?!).

Kembali pada persoalan "dosa" di atas. Ketika mendengar kata "dosa" bagi umat muslim tentu akan segera Istigfhar dan mengucap Astagfirullahal'adziim, dan bagi umat lainnya tentu akan merasa penuh penyesalan, dan berdo'a untuk segala ampunan-Nya. Naasnya dalam pemberitaan di media baik itu peristiwa maupun gossip, yang menjadi tematiknya adalah "dosa!". Bahkan setiap hari silih berganti "dosa" seseorang yang menjadi berita utama, yang di bahas dengan cara menghakimi, dan banyak pula tokoh dadakan yang turut serta mengutuk "dosa" yang di buat seseorang tersebut. Sial bagi generasi belia Indonesia (anak balita sampai SD), dan generasi muda Indonesia karena setiap jam di suguhi "dosa-dosa" para orang tua dalam media (Surat Kabar, TV, Radio, Internet, dll) yang sepatutnya di saring dan tidak terserap oleh anak-anak belia tersebut. Dan sial ke-dua kalinya bagi generasi belia dan generasi muda, selalu menjadi (di) kambing hitam-kan oleh keadaan bila terjadinya aksi kenakalan remaja?.

Apakah kita menyimak wacana yang silih berganti di Indonesia Raya ini?, dari hari ke hari membentuk tahun ke tahun?, berapa persenkah wacana positive yang turut serta membangun mental dan moralitas yang baik setiap insan Negeri? Lalu apakah kita rindu akan wacana-wacana atawa berita sejahtera tentang rakyat Indonesia, luhur budaya-nya, beragam suku bangsanya, harmonis Agamanya, serta kurikulum pendidikan yang mencerdaskan bukan "membodohi"? Rindu kah kita ? pada kehidupan berbangsa tanpa rekayasa politik dan rekayasa sosial??? dan lain-lain, dan lain-lain, mungkin hanya kenangan belaka bagi Negeri ilusi ini.

Piala Akherat ?

Piala Akherat tentu bukanlah semacam counter atas keberlangusngan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, Tapi secara teknis pada kenyataannya tidaklah jauh berbeda. Bila di Piala Dunia 2010 banyak tim jagoan yang tumbang oleh tim underdog, maka di Piala Akherat pun demikian, banyak pula orang yang di nilai bersih, namun kenyataannya korup, dan lain-lain.

Banyak contoh riil dalam kompetisi Piala Akherat ini diantaranya bahasa kiasan berikut ini, "..Saat ini di Negeri ini banyak bahasa kiasan baru yang patut di cermati biar tidak tersesat!.." tutur Guru Bangsa. "..Kalau mau jadi anggota dewan, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi apalagi membuat ijazah palsu, toh para Anggota Dewan itu tidak jauh kelakuannya dari Anak TK (taman kanak-kanak), malah turun lagi kastanya GUs Dur bilang tak ubahnya Anak PlayGroup!..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline