Ketika mendengar kata "Malang Raya", banyak sekali yang terbesit di pikiran. Mulai dari keindahan Kampung Warna-Warni Jodipan, berbagai wahana permainan di Batu yang sudah pasti ramai pengunjung di musim liburan, hingga pantai-pantai di Kabupaten Malang untuk berelaksasi bersama kolega. Selain itu semua, ada satu hal yang menjadi identitas warga Malang, baik di tempatnya sendiri ataupun diperantauan: Arema.
Selama 32 tahun, klub sepak bola ini tidak hanya berdomisili dan bermain di Malang, tetapi mampu menjadi identitas dan kebanggaan warga Malang Raya.
Tidak percaya?
Pergilah ke Malang, dan Anda akan menjumpai di kampung-kampung kecil ataupun di dinding bangunan dekat Alun-Alun Kota, patung singa kecil dan graffiti berlatar biru bertuliskan "PRIDEOF MALANG", "SALAM SATU JIWA", dan lainnya.
Bahkan, saking cintanya dengan Arema, sampai dibangun kampung sendiri yang rumahnya berwarna biru. Namanya Kampung Arema, di samping Kampung Warna-Warni, di bawah Jembatan Brantas Malang.
Munculnya kebanggaan ini bukan hanya karena membela klub bola di kampung kelahiran. Faktanya, klub ini juga mampu membawa nama Malang di tingkat tertinggi sepak bola Indonesia. Jika berbicara sejarah, meskipun dalam kurun waktu yang singkat, Arema juga bisa "menang" dan "juara Indonesia".
Di masa awal berdiri, Arema mampu menjadi Juara Galatama 1992/93. Zaman ketika masih ada klub yang namanya Pelita Jaya, Warna Agung, Niac Mitra, dan lainnya.
Saat itu liga terbagi dua, yaitu Galatama (semi-profesional) dan Perserikatan (amatir). (Agak mengherankan mengetahui fakta bahwa PSM, Persib, Persebaya, dan Persija dulu tergolong amatir).
Gelarra mandek ndek kono tok. Trofi ISL berhasil diraih di musim 2009/10. Publik Malang mungkin masih ingat dengan tim luar biasa itu.
Terdiri dari pemain-pemain kelas internasioal seperti Pierre Njanka (kapten tim), Noh Alam Shah, dan M Ridhuan, dikombinasikan dengan pemain muda asli Malang dan dilatih dengan tangan dingin seorang Robert Rene Alberts. Benar-benar tidak diunggulkan, namun akhirnya sampai di peringkat satu.
10 tahun berselang. Sekarang bisa kita lihat, di mana tempat Arema di kancah sepakbola Indonesia. Juara pramusim? Iya sih, juara. Liga? Masuk kompetitor liga saja seperti tidak bisa. Kalah saing dengan klub-klub, baik yang sudah berdiri lama maupun yang sudah diakuisisi dan pindah basecamp. Dahulu, orang berbicara tentang Arema yang "juara". Sekarang, orang berbicara tentang Arema yang "ala kadarnya."