Dalam proses pembahasan undang-undang tersebut, terdapat dugaan praktik lobbying yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang besar untuk mempengaruhi isi dan ketentuan dalam undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan mereka.
Perusahaan-perusahaan tambang besar diketahui memiliki akses yang kuat ke para pembuat kebijakan dan anggota parlemen, baik melalui hubungan langsung maupun melalui lembaga lobbi yang mereka bentuk.
Dalam kasus ini, beberapa kritikus menuduh bahwa perusahaan-perusahaan tambang menggunakan kekuatan finansial dan hubungan politik mereka untuk mendorong pembahasan undang-undang tersebut agar sesuai dengan kepentingan bisnis mereka, tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul
Salah satu kritik terhadap praktik lobbying dalam kasus ini adalah kurangnya transparansi dan keterbukaan dalam proses pembahasan undang-undang. Publik kurang mengetahui secara detail bagaimana perusahaan-perusahaan tambang memengaruhi pembentukan kebijakan, dan apakah kepentingan masyarakat luas diwakili dengan baik dalam proses tersebut. Ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merugikan kepentingan umum.
Kasus ini menunjukkan pentingnya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik lobbying di Indonesia, serta perlunya regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat diwakili dengan baik dalam pembentukan kebijakan. Selain itu, penting juga untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik lobbying yang tidak etis atau merugikan kepentingan umum.