Lihat ke Halaman Asli

Rakha Pratama

Masyarakat sipil

Peperangan Asimetris (3) Dinamika Kontemporer dan Respons terhadap Isu Global

Diperbarui: 20 Agustus 2024   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam era modern yang ditandai dengan kemajuan pesat dalam teknologi dan globalisasi, bentuk dan sifat konflik antarnegara terus mengalami evolusi. Salah satu fenomena yang kian mendominasi lanskap militer global adalah peperangan asimetris, sebuah konsep peperangan yang melibatkan pertarungan antara kelompok-kelompok bersenjata dengan kapasitas dan strategi yang sangat berbeda.

Peperangan asimetris tidak selalu terlihat seperti pertempuran konvensional dengan barisan tentara dan armada perang. Seringkali, ia mengambil bentuk gerilya, terorisme, atau cyber warfare, yang semua merupakan manifestasi dari konflik intensitas rendah namun dengan dampak yang bisa sangat luas. Contohnya adalah kegiatan terorisme maritim yang menjadi sebuah tantangan serius di banyak bagian dunia, termasuk di Laut Sulu, di mana kegiatan pembajakan dan penculikan untuk tebusan sering terjadi.

Strategi pertahanan terhadap ancaman asimetris ini harus jelas dan adaptif. Negara-negara di Asia Tenggara, misalnya, telah mulai mengimplementasikan kerja sama trilateral sebagai strategi pertahanan untuk menanggulangi ancaman ini, menggabungkan kekuatan untuk menghadapi kejahatan transnasional yang tidak hanya mengancam keamanan nasional tetapi juga regional.

Konflik di Laut China Selatan adalah contoh lain dari peperangan asimetris di mana kekuatan besar seperti China dan Amerika Serikat terlibat dalam pertarungan strategis, tidak hanya melalui kekuatan militer tetapi juga melalui diplomasi, aliansi strategis, dan kehadiran militer. Di sini, perang asimetris dilakukan bukan hanya dengan kapal dan senjata, tetapi juga melalui permainan kekuatan ekonomi dan politik.

Namun, perang asimetris juga menghadirkan dilema tentang bagaimana memastikan bahwa respon terhadap ancaman semacam ini proporsional dan tidak melampaui batas yang dapat memperburuk situasi atau menciptakan kerugian yang lebih besar bagi penduduk sipil. Prinsip proporsionalitas dan humanitas tetap menjadi pedoman penting dalam menjawab tantangan ini.

Peperangan asimetris mengajarkan bahwa dalam dunia yang semakin terhubung, konflik bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, sering kali dengan cara yang tidak terduga. Respons terhadap peperangan jenis ini membutuhkan lebih dari sekedar kekuatan militer; ia memerlukan kerjasama internasional yang kuat, strategi yang inovatif, dan komitmen terhadap penyelesaian konflik yang adil dan berkelanjutan.

Perang masa depan mungkin tidak hanya akan diwarnai oleh drone atau cyber-attacks, tetapi juga oleh bagaimana negara-negara dapat mengantisipasi dan merespons peperangan asimetris yang terus beradaptasi dengan realitas global yang berubah. Strategi maritim, misalnya, bukan lagi sekedar mengenai pertempuran di laut, tetapi juga tentang mengamankan kepentingan nasional dalam konteks global yang lebih luas dan lebih kompleks.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline