Lihat ke Halaman Asli

Pesta Belah Durian di Tepi Teluk Kendari

Diperbarui: 22 Maret 2018   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Saya, Yogi, Richard, Anggun dan Pak Tono, baru saja beranjak dari sebuah warung "remang-remang" di tepi Teluk Kendari. Malam itu,  Minggu malam menuju Senin. Kami ada di Kendari karena keperluan kerja, meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang hendak melantik Pejabat sementara Gubernur Sulawesi Tenggara, Teguh Setyabudi, Senin pagi, 19 Februari 2018.

Di warung remang-remang itu, kami menghabiskan sepotong malam, yang sebentar lagi disambut dini hari. Minum kopi. Makan roti bakar. Berkaraoke lewat layar lebar ditemani semilir angin laut yang kadang menghembus keras. 

Minggu malam itu, di tepi Teluk Kendari, ramai dan semarak. Warung remang-remang berjejer. Ini bukan warung yang sering dikonotasikan negatif. Ini hanya warung tempat nongkrong. Tempat makan dan minum. Sekalian juga bisa berkaraoke. Tidak ada perempuan genit bergincu dan berbeda tebal, dengan rok mini serta kerling genit. Tak ada itu.

Dokumentasi Pribadi

Warung itu disebut remang-remang karena memang penerangannya saja yang remang-remang. Warung hanya diterangi lampu yang dirancang agar pancarkan cahaya remang. Mungkin biar romantis. Minggu malam itu, di warung remang -remang yang kami singgahi, ada beberapa pasangan muda mudi. Mungkin mereka pasangan yang sedang dimabuk asmara. Atau mungkin saja, mereka adalah pasangan yang sedang selingkuh. Entahlah. Itu bukan urusan kami.

Setelah beranjak dari warung remang-remang, niatnya segera kembali ke hotel, tempat kami menginap selama ada di Kendari. Namanya hotel Grand Clarion, salah satu hotel terbesar di Kendari. Hotel yang letaknya tak jauh dari Teluk Kendari. Yogi yang jadi supir. Ia asli Kendari. Bekerja di sebuah media cetak terbesar di kota itu, Kendari Pos. Hanya saja, ia ditugaskan menjadi wartawan di Jakarta.

Yogi pula yang jadi guide dadakan kami selama di Kendari. Mobil yang digunakan mengantar kami Minggu malam itu, adalah mobil keluarganya, yang katanya diambil khusus untuk antar jemput kami. " Saya kan tuan rumah jadi harus hormati tamu ha ha ha ha," kata Yogi sambil tertawa.

Mobil baru saja berjalan beberapa ratus meter. Tiba-tiba, Anggun yang duduk di samping Yogi, bertanya. " Eh Yog, kalau durian di sini murah -murah enggak?"

"Murah mbak, seikat mungkin bisa 45 ribu kalau pintar nawar," jawab Yogi.

Di tepi Teluk Kendari, selain ada jejeran warung remang-remang, juga ada deretan para penjual duren yang menjajakan durian di lapak-lapaknya berupa tenda darurat beratap terpal. Gundukan durian dijejerkan. Ada yang dijual butiran. Tapi ada juga yang dijual paketan atau terdiri dari beberapa butir durian.

" Wah yang benar Yog, di Jakarta mahal sekali satu buah durian saja yang kecil mana bisa 45 ribu," kata Anggun lagi.

Yogi diam saja, konsentrasi menyetir. " Coba deh Yog, nyobain benar murah enggak," kembali terdengar Anggun berkata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline