Sudah sebulan semenjak tahun ajaran baru dimulai. Tapi sekolah masih saja tutup akibat pandemi. Enam bulan tidak sekolah, tidak tahu bagaimana kondisi sekolah yang ditinggalkan. Makin baik atau makin buruk? Saat ini hampir semua pelajar melalu daring (Dalam jaringan). Belajar di rumah memanfaatkan teknologi internet.
Semua guru dan murid belajar dengan cara berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika kita sebelumnnya belajar di kelas, sekarang sudah digantikan grup kelas. Jika kita sebelumnya bertatap muka langsung digantikan dengan videocall. Jika sebelumnya kita melihat temen-temen di hukum di depan kelas, kini tergantikan dengan chat room saja.
Enam bulan sudah tidak mendengar celotehan teman sekelas. Biasanya di kelas sering mendengar cerita dari guru, kini sepi. Tidak ada lagi anak-anak terlambat, tidak ada lagi makan bareng di kantin, tidak ada lagi yang liat gebetan lewat, tidak ada lagi murid bar-bar di kelas, semua itu bukannya 'tidak ada lagi', tapi sedang libur. Semua aktivitas di sekolah tergantikan dengan teknologi.
Ini menjadi hal pertama dalam sejarah. Tahun ajaran baru online. Mau tak mau, siswa dan guru mengikuti tahun ajaran baru dengan online ini. Berbagai reaksi guru dan siswa selama belajar online tidak hanya dirasakan oleh mereka, namun juga para orangtua.
Perspektif belajar online menurut pelajar
Pelajar saat ini memang sedang dihadapi kelas virtual. Mulai dari SD hingga SMA bahkan kuliah, semua tak lepas dari gadget. Maupun di kota atau desa. Dan baru kali ini juga merasakan bagaimana rasanya mengikuti kelas virtual. Tahun ajaran baru 'yang benar-benar baru' membuat mereka pusing tujuh keliling. Berbagai macam komentar yang mereka alami selama ini memang berdasarkan fakta. Kelas Virtual memang seharusnya sudah ada sejak internet dan kecanggihan teknologi dibuat, namun sepertinya kelas virtual sepertinya dipakai ketika hanya keadaan mendesak dan darurat.
"Susahnya ya kadang belajar online itu banyak terhambat dari sinyal mungkin kouta,, tross juga banyak gk paham materi kalau dijelasin lewat online." ujar salah satu murid.
Karena pelajar terbiasa belajar di kelas dengan kontak fisik langsung, mungkin harus terbiasa memahami materi sendiri yang disampaikan dengan internet. Memahami sendiri materi terkadang juga bingung untuk siswa. Ada saat nya ketika salah satu materi tidak mereka pahami, mau bertanya pada siapa. Secara tak langsung mereka harus mencari sebuah artikel atau video yang menjelaskan materi yang tidak dipahaminya. Bukan guru atau teman, tapi internet.
Yang namanya virtual, gadget, sinyal, dan kuota/wifi merupakan hal yang paling utama untuk mengejar mata pelajaran saat ini. Tidak ada ketiga itu, mustahil mengikuti kelas virtual. Bahkan satu saja jika tidak ada dari tiga hal utama tersebut, materi menjadi terhambat. "Hp satu tuh buat bertiga semisal adik-kakak. Kayak aku hp satu buat bertiga." curhat salah satu teman akrab.
Menurut mereka belajar online sepert ini bahkan membawa banyak dampak negatif daripada positifnya. Mungkin karena hampir setiap tahun kita memulai ajaran baru di sekolah dan belajar langsung dengan para guru, berkontak langsung dengan mereka, mau tidak mau kita belajar dengan cara yang berbeda kali ini.
"Pernah waktu itu ulangan pas sinyalny jelek pdhl udh selesai ngerjain tinggal di submit malah sinyal hilang akhirny ngulang lagi besoknya."