Lihat ke Halaman Asli

Tantangan dan Masa Depan Kerja Sama MSG

Diperbarui: 28 April 2016   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Symposium on MSG Humanitarian and Emergency Response Coordination Centre, in Honiara, Solomon Islands, 2015

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus Melanesian Spearhead Group (MSG) tahun 2016 rencananya akan diselenggarakan di Port Vila, Vanuatu, pada Mei 2016. Pertemuan yang awalnya akan diadakan pada awal April 2016 tersebut terpaksa ditunda karena Fiji tengah melakukan pemulihan kondisi paska bencana topan Winston, Februari lalu.

MSG merupakan organisasi sub-regional yang terdiri dari Fiji, Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Solomon dan suatu koalisi partai politik di Kaledonia Baru: Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS).

Adanya judul ‘khusus’ pada KTT tersebut berimplikasi bahwa pembahasan agenda yang juga bersifat khusus, terbatas dan perlu mendapat persetujuan dari tingkat Kepala Pemerintahan MSG. Pemilihan Direktur Jenderal Sekretariat MSG yang baru dan rencana penyelesaian masalah finansial MSG diperkirakan masuk menjadi agenda utama pembahasan.

Tingginya tingkat instabilitas politik dan rendahnya pertumbuhan ekonomi seluruh anggota MSG menyebabkan agenda pembahasan KTT MSG setiap tahunnya berkutat pada isu-isu serupa. Posisi geografis yang kurang strategis, rendahnya kualitas pendidikan dan minimnya daya beli masyarakat adalah beberapa faktor yang menjadikan rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan MSG rendah.  

Titik tolak harapan transformasi MSG terjadi pada KTT MSG ke-20 yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Solomon, 26 Juni 2015. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia berhasil diterima sebagai Associate Member di MSG yang pertama, setelah sebelumnya berstatus sebagai Observer bersama dengan Timor Leste sejak tahun 2011.

Peningkatan status kerja sama Indonesia di MSG tersebut memang menjadi suatu harapan besar bagi MSG, utamanya bagi dua negara besar dan dominan yaitu Papua Nugini dan Fiji. Indonesia dipandang mampu menjadi jembatan untuk melebarkan jaringan MSG ke ASEAN dalam berbagai sektor. Selain itu, bantuan capacity building yang selama ini disediakan oleh Indonesia diharapkan dapat meningkat, khususnya bagi seluruh anggota MSG. 

Namun demikian, sejumlah pihak mempertanyakan langkah yang diambil oleh Indonesia di MSG tersebut. Bagaimana sebenarnya Indonesia memandang arti penting kawasan Pasifik, utamanya di MSG.

Dibandingkan dengan organisasi regional lainnya, MSG sejatinya memiliki tingkat institusionalisasi yang masih rendah. Sebagai contoh, tindak lanjut kerangka kerja “MSG 2038 Prosperity for All Plan” yang dikembangkan sejak tahun 2013 masih berada pada tataran normatif dengan pengaruh yang minim dan tanpa struktur rencana kerja yang konkrit.

MSG juga belum mampu menjawab kritik mengenai keberadaan FLNKS sebagai anggota penuh tetapi tidak mampu terlibat dalam seluruh pengambilan keputusan di MSG, seperti MSG Free Trade Agreement. Dampak perubahan iklim yang menjadi isu mendasar di kawasan Pasifik juga belum dapat mulai ditangani secara efektif melalui kerja sama MSG.

Info terakhir juga menyebutkan Peter Forau, mantan Direktur Jenderal Sekretariat MSG, mengundurkan diri setelah merasa gagal menyelesaikan masalah finansial sekretariat serta menurunnya komitmen anggota MSG atas kesepakatan yang telah diraih selama ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline