Angin kencang menyelimuti malam. Pohon pohon berisik diganggu sang bayu. Kilat menampakkan sinarnya, disusul bunyi gemuruh. Air tercurah dari langit. Sebagian memaksa masuk melalui celah-celah sebuah kamar, memadamkan api kecil satu-satunya penerang di ruangan itu. Menambah getir hati Sang penghuni kamar.
"Hiks... "
"Hiks... "
"Hiks... Ka.. Hiks..kaang..."
Tangis sesenggukan Putri Harum Hutan tak juga berhenti.
Kabar ditemukannya beberapa jasad prajurit Majapahit tanpa kepala di pinggir Kali Brantas seminggu yang lalu sampai juga ke telinga Putri Harum Hutan.
Adalah hal biasa, peperangan selalu memakan korban, baik pihak yang menang, maupun pihak yang menanggung kekalahan. Namun yang menyakitkan, salah satu dari jasad tanpa nyawa itu adalah Sumitro, kekasihnya yang tak pernah direstui.
Kebersamaan dengan sang kekasih di taman pinggir kota satu purnama yang lalu tak henti-hentinya melintas di benak Sang Putri.
***
"Kakang....", sapa manja terucap dari mulut Putri Harum Hutan untuk lelaki pujaannya.
"Kakang mundur saja dari prajurit Majapahit", sambil merebahkan diri di dada bidang Sumitro.