Lihat ke Halaman Asli

M.Raka Fadillah

saya lulusan sma

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi

Diperbarui: 29 Juni 2024   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak:
Pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern akhir-akhir ini
menuntut moralitas dan pemahaman nasionalisme yang tinggi, karena ilmu pengetahuan yang tidak disertai dengan rasa nasionalisme dan moralitas yang tinggi, khususnya pendidikan kewarganegaraan kehilangan keutamaannya sebagai wadah yang humanis. Tidak sedikit orang-orang memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik dan prestasi akademis yang luar biasa tetapi tidak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakatnya, bahkan menjadi sumber permasalahan bagi masyarakat yang sangat membahayakan eksistensi kebudayaan dan nilai-nilai kemanusiaan karena semangat nasionalisme dan rendahnya moralitas. Efek negative globalisasi seperti kasus asusila yang dilakukan oleh mahasiswa di perguruan tinggi dan kaum intelektual, seperti yang kita ketahui melalui siaran televisi dan media massa akhir-akhir ini. Hal tersebut menggambarkan bahwa pendidikan yang dilaksanakan selama ini belum menyentuh ranah peserta didik kesadaran.

Pendahuluan
Globalisasi adalah proses mendunia yang melampaui batas wilayah, melibatkan ide-ide yang diterima secara global, dan berdampak pada semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi berperan penting dalam globalisasi, membuatnya tak terhindarkan terutama di bidang pendidikan. Perguruan tinggi di Indonesia mulai mengadopsi globalisasi melalui penggunaan bahasa asing dan program kelas internasional, agar lulusan siap bersaing di pasar tenaga kerja global.
Namun, pelajaran PKn dan pendidikan moral di perguruan tinggi belum efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral pada mahasiswa. Mahasiswa sering menganggap PKn sebagai materi hafalan untuk ujian, yang kemudian dilupakan. Pembelajaran di perguruan tinggi sering mirip dengan di SMA, dengan aturan ketat dan materi yang padat, tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa sering merasa tertekan dan tidak menginternalisasi nilai-nilai yang diajarkan.
Jika kondisi ini diabaikan, masyarakat bisa menjadi cerdas secara akademis namun miskin nilai-nilai moral dan budaya. Peran dosen sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dan moral melalui metode pembelajaran yang tepat, memberi ruang bagi mahasiswa untuk memahami diri dan orang lain, serta menginternalisasi semangat PKn. Dosen harus berperan sebagai pembimbing, pemimpin, dan fasilitator dalam proses belajar.
Kualitas pembelajaran PKn perlu ditingkatkan, karena saat ini lebih bersifat rutin dan tidak menyentuh kesadaran mahasiswa, hanya sebagai syarat kelulusan. Hambatan dalam proses pembelajaran melibatkan dosen, materi, dan mahasiswa, serta sarana dan prasarana. Hubungan timbal balik antara elemen-elemen ini harus diatur sedemikian rupa agar tercipta situasi belajar mengajar yang efektif dan mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Pembahasan :
Pengaruh Globalisasi Terhadap Pendidikan
Era globalisasi ditandai oleh keterbukaan dan ketergantungan antarnegara, mempercepat arus informasi dan telekomunikasi, serta meningkatkan persaingan internasional, terutama di bidang ekonomi. Bagi Indonesia, globalisasi memberikan peluang untuk mengadopsi inovasi dari luar, meningkatkan kesempatan kerja, dan mengembangkan pola pikir global serta etos kerja yang kompetitif. Hal ini juga mendorong kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi untuk menghadapi tantangan dan peluang global.
Menurut Tampubolon (2001), globalisasi adalah proses hubungan mendunia antara individu, bangsa, negara, dan organisasi, didukung oleh teknologi komunikasi dan transportasi canggih serta kekuatan politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi. Sindhunata (2000) menambahkan bahwa ketergantungan antarnegara bersifat asimetris, dengan negara berkembang lebih terbuka pada pengaruh globalisasi daripada negara maju. Dampak globalisasi pada negara berkembang meliputi dominasi pengaruh negara maju, lemahnya posisi kompetitif negara berkembang, perubahan gaya hidup masyarakat kota, dan kemudahan akses informasi yang juga membawa dampak negatif, seperti penyalahgunaan narkoba.Untuk menghadapi tantangan dan peluang globalisasi, diperlukan paradigma baru dalam pendidikan. Tilaar (2000) menyarankan bahwa pendidikan harus membentuk masyarakat Indonesia yang demokratis, mampu menjawab tantangan internal dan global, dan mengembangkan kemampuan berkompetisi serta kebhinekaan. Pendidikan juga harus menjaga nilai-nilai lokal yang relevan dengan perubahan zaman agar tidak hanyut oleh arus globalisasi. Selain itu, diperlukan partisipasi masyarakat dalam mengelola pendidikan, demokratisasi proses pendidikan, sumber daya pendidikan yang profesional, dan sumber daya penunjang yang memadai.
Aktualisasi pendidikan nasional yang baru menekankan tanggung jawab bersama antara perguruan tinggi dan masyarakat. Masyarakat harus lebih aktif dalam menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan meningkatkan mutu pendidikan. Kendala dalam pelaksanaan tanggung jawab ini antara lain adalah proses sosialisasi yang diperlukan bagi masyarakat, serta perbedaan tingkat pendidikan dan ekonomi di berbagai daerah.

Paradigma Pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Paradigma pendidikan di Perguruan Tinggi terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik (mahasiswa), dosen, materi dan manajemen pendidikan.
Dalam pelaksanaan pendidikan, paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal yaitu paradigma feodalistik dan paradigma humanistik.
Paradigma feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan mempersiapkan peserta didik untuk masa datang. Oleh karena itu peserta didik (mahasiswa), ditempatkan sebagai objek semata dalam pembelajaran, sedangkan dosen sebagai satu-satunya sumber ilmu kebenaran dan informasi.
Sementara itu paradigma humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik (Mahasiswa) adalah manusia yang mempunyai potensi karakteristik yang berbedabeda. Karena itu, dalam pandangan ini mahasiswa ditempatkan sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran, sementara dosen diposisikan sebagai fasilitator dan mitra dialog mahasiswa. Materi pembelajaran yang disusun berdasarkan pada kebutuhan dasar mahasiswa, bersifat fleksibel, dinamis dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat kontekstual dan memiliki relevansi dengan tuntutan dan perubahan sosial. Mencermati arah perubahan dan penyempurnaan rambu-rambu pelaksanaan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah ditetapkan oleh Ditjen Dikti di atas, telah mengindikasikan mempergunakan paradigma humanistic.
Pendidikan PKn di Perguruan Tinggi masih diandaikan hanya sebatas doktrin Negara. Padahal ilmu-ilmu PKn telah berkembang luas melampaui batas-batas doktrin Negara. Kajian social mengenai perilaku warga negara berPKn juga adalah kajian PKn. Dengan demikian, pengajaran PKn di lembaga-lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar-standar ilmiah. Dengan begitu, para mahasiswa akan memiliki pengetahuan PKn secara objektif dan tidak berdasar kepada pengetahuan subjektif belaka.
Dalam hal ini Tilaar (2005;14) berpandangan bahwa semakin banyak pihak yang peduli dan mengupayakan pembentukan manusia Indonesia menjadi religius, beriman, bertakwa, dan berbudi pekerti luhur semakin baiklah adanya. Menurut Maksum dan Faisal (2016) menyatakan bahwa aspek-aspek pendidikan PKn di Perguruan Tinggi haruslah dengan urutan skala prioritas dan garapan materi pendidikan seperti berikut ini; 1) pendidikan PKn sebaiknya mengutamakan dimensi konsekuensial keberPKnan. Ajak dan latih mahasiswa untuk mempraktikkan suruhan-suruhan atau nilai-nilai PKn dalam kehidupan nyata di masyarakat, 2) dimensi eksperiensial digarap dengan upaya-upaya menghadirkan Tuhan dalam kesadaran mahasiswa di setiap saat dalam ketakjuban pada keindahan, kedahsyatan, dan kecanggihan alam semesta ciptaan Tuhan, serta dalam aktivitas keseharian mahasiswa. Dengan begitu, Tuhan tidak hanya dihadirkan pada momenmomen eksklusif ritual saja, melainkan terus menerus dalam setiap langkah kehidupan; dan 3) pengolahan dimensi ideologis dilakukan dengan tetap mengedepankan perlunya sikap nasionalisme. Keyakinan pada kebenaran yang dipahami mahasiswa tidak boleh menghasilkan fanatisme sempit, arogansi religius, kelumpuhan akal, dan sikap anti-dialog.

Pentingnya Pendidikan Kewarganegaran (PKn) di Perguruan Tinggi
PKn bagaikan rel yang menuntun warga negara dalam menuju warga negara yang baik, Dalam berbagai realitas sosial nasionalisme kerap menjadi kambing hitam dari sebuah konflik yang umumnya bukan semata-mata berasal dari perbedaan SARA tersebut. Banyaknya konflik-konflik internal dan maraknya kembali aksi-aksi terorisme yang berjubahkan nasionalisme membuat kita semakin bertanya tentang peran pendidikan PKn di dunia Perguruan Tinggi, Seakan pendidikan PKn tidak mampu menjawab perkembangan dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi secara cepat.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di perguruan tinggi berperan penting dalam membentuk warga negara yang baik, meski seringkali gagal menjawab perubahan sosial yang cepat. Konflik sosial dan maraknya terorisme yang berkedok nasionalisme menunjukkan bahwa pengajaran PKn saat ini belum efektif, lebih cenderung menjadi indoktrinasi daripada mengajarkan pemikiran kritis. Untuk menghadapi tuntutan kesetaraan, HAM, dan pluralitas, pendidikan PKn perlu direvitalisasi dan disesuaikan dengan perubahan sosial. Pendidikan PKn harus sinkron dengan pendidikan non-PKn untuk menghindari menjadi "hiasan kurikulum" yang tidak efektif dalam menciptakan generasi baru yang mampu mengelola perubahan sosial. Fundamentalisme dalam PKn sering menyalahkan pengajaran yang melenceng dari "jalan yang benar" sebagai penyebab kegagalan moral, meski negara lain yang lebih sekuler menunjukkan kehidupan yang lebih bersih dan etis. Pendidikan PKn yang efektif harus mampu membentuk kondisi mental yang kondusif untuk kebangkitan moral-spiritual serta penguasaan IPTEK. Pendidikan tidak hanya terbatas pada sistem perguruan tinggi, tetapi juga pendidikan keluarga yang penting dalam pembentukan kepribadian. Globalisasi menuntut pendidikan yang melibatkan sebanyak mungkin warga dengan kualitas tinggi, yang memerlukan sumber daya manusia, uang, dan material yang memadai, serta manajemen pendidikan yang baik. Perguruan tinggi harus merumuskan kembali misinya untuk menghadapi perubahan global dengan mengembangkan kurikulum yang mengakomodasi perspektif multidisipliner, mengikis monisme epistemologis, teoretis, metodologis, dan memperkuat struktur organisasi. Pendidikan PKn diharapkan mampu menumbuhkan sikap mental cerdas, tanggung jawab, serta kemampuan mahasiswa untuk memahami dan menyelesaikan masalah masyarakat secara tepat.
Menurut Aryana (2017), langkah konkret yang perlu dilakukan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di perguruan tinggi meliputi: 1) kemampuan berpikir kritis; 2) mengenali dan mendekati masalah sebagai masyarakat global; 3) memahami, menerima, dan menghormati perbedaan budaya; 4) menyelesaikan konflik secara damai; 5) mengubah gaya hidup untuk melindungi lingkungan; dan 6) berpartisipasi dalam kehidupan politik lokal, nasional, dan internasional.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil di atas, penyelenggaraan pendidikan kewarganegaran (PKn) di Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi dewasa ini harus terus ditingkatkan walaupun menghadapi kendala yang cukup sulit dan berat. Pendidikan kewarganegaran (PKn) di Perguruan Tinggi masih sangat banyak memerlukan perbaikan. Pendidikan kewarganegaran (PKn) di Perguruan Tinggi harus bermutu tinggi, baik yang Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, sehingga belum cukup menghasilkan lulusan Perguruan Tinggi yang bermutu dan mampu mengahdapi tantangan global. Oleh sebab itu, penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaran (PKn) di Perguruan Tinggi dalam upaya menumbuhkan nasionalisme sangat penting bagi mahasiswa.
Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Program studi Teknik Informatika Universitas Pamulang.

DAFTAR PUSTAKA

Koesmiyati, E. (2021). PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI ERA. Jurnal Ilmiah, Volume 23, Nomor 1, April 2021, 23, 63-72.
Usmi, R. (2023). Analisis Kewarganegaraan Global dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan. JCMS Vol. 8 No. 1 Tahun 2023, Halaman 1- 9, 8, 1-9.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline