Dia masih saja makan di warteg ketika temannya yang dulu sama-sama belajar diFakultas hukum dihidangkan makanan Prancis (yang teramat sulit untuk kusebutkan namanya) diatas meja kaca dengan lilin-lilin merah yg menambah kesan Glamor disalah satu rumah makan Prancis di Jakarta.
Dia masih saja panas-panasan kekantor menaiki Jupiter lama bekas almarhum ayahnya, Motor yang udah menemaninya bahkan sebelum kuliah. Sedang temannya duduk kedinginan di bangku tengah Mercedes-Benz.
Aku tak habis pikir dengan Dia. Sejujurnya, telah beberapa kali tawaran berdatangan memintanya bekerja sebagai pengacara dibeberapa Lawfirm yg bisa dikatakan cukup menggiurkan bagi kebanyakan sarjana hukum, bahkan untuk teman restoran Prancisnya tapi tidak untuknya.
"Bang Mail mau gak gabung bareng kantor kami"? Ajak mereka. "Maaf pak, saya tidak bermaksud untuk tidak sopan, tapi saya masih nyaman dengan kantor saya yang sekarang, jawabnya." Begitu seterusnya.
Sebagai seorang Pengacara Publik, Dia memang terkenal cukup lihai dan lincah dalam membela klien-kliennya, baik pembelaan di pengadilan maupun diluar pengadilan; ketika berdebat dengan pihak pemerintah yg menggusur perumahan warga dengan seenak jidat, atau ketika Dia harus menengahi konflik antara dua orang yg sedang bersengketa. Itulah sebab banyaknya tawaran yg datang kepadanya dari Lawfirm-Lawfirm yg mengenal dia tentunya.
Dia juga mengaku sebagai seorang "Munirian", istilah yang dibuatnya sendiri, yang berarti seorang pengagum almarhum Munir Said Thalib (aktivis kemanusiaan). Sudah memasuki hampir satu dekade sejak pertama kali dia bergabung sebagai pengacara LBH Jakarta pada tahun 2012. Hari-harinya disibukkan dengan membela masyarakat publik (sebab istilah Publik digunakan) dari jalur Hukum. Dibandingkan beracara dipengadilan, dia lebih sering turun kejalan untuk berdemonstrasi bersama masyarakat buruh, Ahmadiyah, Syiah dan golongan-golongan marjinal lainnya dalam memperjuangkan hak-hak mereka sebagai manusia yang seringkali diabaikan oleh negara. Bicara tentang ancaman yang diterimanya tak terhitung lagi jumlahnya, mulai dari ancaman verbal sampai fisikal; sebuah parang panjang sempat hampir menebas leher kurusnya jika saya tak diselamatkan oleh seorang warga yg berakhir dengan luka bacokan dilengan akibat berusaha merebut golok dari sipreman.
Mungkin banyak dari kita yang masih bertanya, kenapa dia mau bekerja dibawah ancaman yg sedemikian horornya? Kalo aku mending naik mercy, hehe.
Alasan pertama adalah, bahwa dia seorang muslim dan Munirian, dan Munir pernah bilang: "tak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak membela mereka yang tertindas/mustadzafin", dan terlalu banyak ayat untuk disebutkan satu persatu disini. Itulah alasan pertamanya memilih untuk bergabung bersama LBH Jakarta. Alasan selanjutnya, bahwa ketimpangan sosial ekonomi di negara kita sudah terlalu busuk untuk ditutupi dengan tanah dan sudah terlalu nyata untuk disangkal. Maka, dia memilih untuk jujur (ditengah penyangkalan sebagian orang) atas kenyataan itu dan memilih untuk mengambil peran dalam merubahnya walau sosok preman dgn golok panjang senantiasa menantinya disetiap tikungan jalan perjuangannya.
Kita tidak benar-benar miskin katanya, tapi dipaksakan untuk tetap miskin, seberapa keras pun kita berusaha. kamu kemungkinan besar akan kaya dimasa depan ketika orang tuamu kaya, begitu sebaliknya, kamu kemungkinan besar akan miskin ketika orang tuamu orang miskin, semua karena negara tidak mampu mendistribusikan kesempatan yg sama kepada setiap anak dinegara ini, itulah yang oleh Dia dan teman-teman LBH-nya istilahkan dengan KEMISKINAN STRUKTURAL.
Tak banyak orang yang berani untuk mengambil peran sebagaimana Mail. Banyak dari kita (termasuk saya) adalah manusia "Naif" dalam pandangan Herbert marcuse; mereka yang tau akan masalah namun tidak memiliki solusi atas itu (padahal jalan untuk menemukan solusi sudah terlalu lebar hari ini), Sedangkan Mail adalah manusia "Kritis Transformatif" yang tau akan adanya masalah berikut solusinya dan terjun langsung mengambil peran aktif menyelesaikan problem yang ada demi untuk menuju masyarakat yang lebih baik. awalnya saya cenderung prihatin melihat Mail, namun setelah beberapa alasan yang dia jelaskan saya akhirnya paham bahwa dia penuh integritas, cita- citanya bukan untuk dia lagi tapi untuk manusia. Panjang umur Mail dan sahabat perjuangan sekalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H