Lihat ke Halaman Asli

Bolehkah Wartawan Menerima Uang Rakyat?

Diperbarui: 28 September 2015   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[poskotapontianak.com]

 

Alkisah ada dua perusahaan yang berdiri dengan sukes. Perusahaan pertama, sebut saja PT Sahabat dan perusahaan kedua, sebut saja PT Makmur. Kedua PT ini sebenarnya bermitra, dan saling membantu.

Namun muncul masalah pelik saat menjelang lebaran. Pangkalnya, PT Sahabat merasa kasihan kepada karyawan PT Makmur yang dianggap kurang sejahtera. PT Sahabat ingin memberikan alokasi tunjangan hari raya (THR) kepada karyawan PT Makmur .

Bukankah niat PT Sahabat sungguh mulia? Namun niat ini mendapat penentangan dari karyawannya sendiri. Mereka marah, sebab dana THR yang seharusnya untuk mereka beralih ke karyawan perusahaan lain.

Di sisi lain, karyawan PT Makmur bersorak gembira. Sebab mereka mendapatkan tambahan uang di luar alokasi perusahaan mereka. Sedangkan manajemen PT Makmur pura-pura bloon dan tutup mata atas kejadian tersebut.

Mungkin kita akan menilai, perilaku PT Sahabat aneh, di luar nalar sehat, bodoh dan sebagainya. Namun kondisi tersebut benar-benar terjadi. Hubungan antara wartawan/jurnalis dengan instansi pemerintahan serupa hubungan PT Sahabat dan PT Makmur .

Instansi pemerintah digambarkan sebagai PT Sahabat, dan perusahaan Pers diibaratkan PT Makmur. Wartawan diibaratkan karyawan PT Makmur, sedangkan rakyat dilambangkan sebagai karyawan PT Sahabat. Sementara alokasi THR tersebut adalah uang rakyat (APBD/APBN).

Secara kodrat wartawan memang harus menjadi kontrol jalannya pemerintahan. Wartawan harus bersikap kritis dan mengawal kebijakan negara agar selalu pro rakyat. Namun kenyataannya kodrat wartawan ini kerap dibenci instansi pemerintah, utamanya para pejabat yang berlaku korup.

Dengan alasan menjalin kemitraan, instansi pemerintah menyisihkan alokasi anggaran untuk wartawan. Sebenarnya bukan untuk kemitraan. Namun lebih tepatnya “dana pengamanan”.

Dana pengamanan ini adalah bentuk suap, agar perilaku wartawan bisa dikendalikan sesuai kemauan mereka. Jika ada berita miring, agar dipoles menjadi lebih halus dan meninggalkan kesan memojokan. Jika ada prestasi diminta untuk melakukan blow up besar-besaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline