Lihat ke Halaman Asli

raja syaqhina candra

Mahasiswa Kriminologi Universitas Budi Luhur

Filsafat Dalam Ketimpangan Gender Dibidang Pendidikan

Diperbarui: 7 Mei 2024   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Secara sederhana, gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari tingkah laku. Ketimpangan gender adalah kecederungan pada suatu jenis kelamin yang menyebabkan ketidakadilan gender. Biasanya ketimpangan ini dianut oleh masyarakat patriarki dan perempuan lah yang sering menjadi korban ketimpangan tersebut. Hubungan antara ketimpangan gender dan patriarki bisa dibilang sebagai hubungan sebab-akibat. Status perempuan sebagai nomor ke sekian adalah hasil dari pemikiran patriarki, bahwa laki-laki adalah pemegang kekuasaaan utama dalam berbagai aspek kehidupan. 

Berbagai masyarakat dalam kalangan tertentu masih sering kita jumpai nilai dan aturan agama atau adat kebiasaan yang tidak mendukung bahkan melarang anak perempuan berpendidikan formal. Kita pasti pernah mendengar kalimat “perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya akan ke dapur juga” atau pernah bertemu dengan orang yang berpandangan bahwa seorang gadis sebaiknya menikah pada usia muda agar tidak menjadi “perawan tua”. Atas dasar nilai dan aturan demikian, sayang sekali ada masyarakat yang mengizinkan perempuan bersekolah tetapi hanya sampai jenjang pendidikan tertentu saja atau dalam jenis atau jalur tertentu saja. bahkan, ada juga masyarakat yang sama sekali tidak membolehkan anak gadisnya untuk menuntut pendidikan setinggi-tingginya. 

Sebagai akibat ketidaksamaan kesempatan demikian maka banyak terjadi ketimpangan dalam angka partisipasi pendidikan formal. siswi yang berprestasi sering tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Namun seiring ekspansi pendidikan dan kehidupan yang sudah modern, maka angka partisipasi perempuan dalam segala jenjang dan angka partisipasi berbagai bidang lainnya maju dengan pesat pula. Meskipun demikian sampai saat ini masih banyak kesenjangan kesempatan untuk mendapatkan  pendidikan dan bidang-bidang lainnya antara laki-laki dan perempuan ditandai dengan masih adanya kesenjangan. Kesetaraan pendidikan, persamaan hak lainnya menjadi suatu harapan yang masih sangat jauh dari kenyataan di lapangan. 

Filsafat adalah mencintai kebijaksanaan atau ilmu yang mempelajari  tentang kebijaksanaan. Filsafat dijadikan landasan disetiap ilmu pengetahuan. Ketika berhadapan dengan situasi ketimpangan gender, dapat ditemukan menemukan dasar dan pertimbangan. Dengan menggunakan perspektif filsafat, perempuan dapat menggali secara mendalam mengenai apa itu konsep-konsep gender, menantang segala prasangka yang ada, dan bisa juga mengembangkan pemikiran yang lebih luas tentang identitas gender lalu apasih kaitannya dengan masyarakat secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan seperti apa itu gender?, bagaimana  bisa ada sampai harus dianalisis kritis dalam perspektif filsafat?

Ilmu filsafat dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami dan mengatasi ketimpangan gender. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana filsafat dapat digunakan: 

  1. Analisis konsep-konsep seperti keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia dalam konteks gender. Filsafat dapat membantu kita untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi ketidaksetaraan yang mungkin tersembunyi di balik konsep-konsep tersebut.

  1. Kritisisme, dengan menganalisis teori-teori politik dan sosial, filsafat memungkinkan kita untuk mengidentifikasi bagaimana kekuasaan dipertahankan, diperkuat, atau dipertanyakan dalam konteks gender, serta bagaimana hal ini memengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian dalam masyarakat.

  1. Filsafat membantu kita mengembangkan pemikiran etis tentang bagaimana kita seharusnya bertindak dalam mengatasi ketimpangan gender. Filsafat membimbing kita dalam merumuskan prinsip-prinsip yang memandu tindakan kita dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

  1. Kritik terhadap budaya dan norma yang mempertahankan ketimpangan gender. Mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari norma-norma sosial, menyadari dan mengevaluasi asumsi-asumsi ini, serta untuk mengembangkan alternatif-alternatif yang lebih inklusif dan adil.

  1. Pemikiran kritis tentang identitas dan perannya dalam masyarakat. Mengeksplorasi konsep-konsep seperti identitas, kebebasan, dan otonomi, filsafat membantu kita untuk memahami kompleksitas dan keragaman pengalaman gender, serta untuk menghargai keberagaman tersebut dalam upaya memperjuangkan kesetaraan gender.

Sektor pendidikan adalah lembaga yang bertanggung jawab dan menjadi pelaku utama bagi dekonstruksi pemahaman keadilan gender. Untuk mewujudkan asas kesetaraan gender, negara harus bisa memberi jaminan melalui undang-undang yang tidak memihak dan menjamin setiap individu memperoleh hak-haknya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline