Bermula dari dimulainya tahun ajaran baru, seluruh sivitas akademika sewajarnya mempersiapkan diri untuk memulai semester baru tak terkecuali dengan para mahasiswa. Perbandingan dosen tetap dengan mahasiswa, 1:55 maklum secara realistis nama-nama dosen tetap yang dikirimkan ke pemerintah via ESBED hampir mayoritas sudah tidak berada lagi di perguruan tinggi tsb, sehingga secara real sebenarnya sudah tidak logis lagi perbandingan antara dosen dan mahasiswa. Banyak mahasiswa mengeluh khususnya dengan 'tabiat' dan 'karakter' dosen, maklum juga hampir mayoritas umurnya hampir tidak jauh berbeda dengan mahasiswanya sehingga kadangkala dalam tutur-kata masih menggunakan 'bahasa gaul' atau 'bahasa prokem', sehingga membuat 'sang dosen' jika berbeda pendapat dengan mahasiswa, langsung mengeluarkan jurus ampuhnya nilai diturunkan bahkan bisa-bisa tidak lulus, atau nilai 'dipending'. Jika mahasiswa melapor kepada ketua jurusan atau sekretaris jurusan, baik dosen dan mahasiswa, kedua-duanya saling 'diadu' tanpa solusi; soalnya maklum juga, usianya masih muda dan 'didudukkan' juga oleh 'sang manajemen' agar dijadikan 'bodeka'.
Semester demi semester terus berlalu dengan tanpa ada perbaikan dan evaluasi diri, bahkan pengajuan JFA (Jabatan Fungsional Akademik) juga kadangkala 'dikarbit' hanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi jurusan. Sungguh ironi juga bila ditelaah lebih dalam bahwa institusi ini adalah lembaga tinggi pendidikan, dan merupakan produsen ahli-ahli tenaga siap-pakai untuk terjun ke lapangan kerja. Tridharma Perguruan Tinggi hanyalah dijadikan sebagai simbolik untuk memenuhi kuantitas bukan kualitas. Apakah sudah sepatutnya pemerintah membentuk tim investigasi, mungkin jawabannya harus agar masyarakat jangan menjadi korban khususnya para mahasiswa dan dosen dengan semangat idealisnya; bahkan sampai sekarang masih terus bertahan dengan prinsip-prinsip SISDIKNAS dari Budi Oetomo, walaupun harus sabar dan mengurut dada menghadapi segelintir 'bocah-bocah ingusan' yang merasa (sok) pintar dan (sok) kompeten untuk 'merajam' padahal hanya berlindung di bawah ketiak 'sang wayang'.
Jangan pilih deh tempat kuliah seperti itu, selidiki terlebih dahulu dari kakak angkatan atau alumni serta kalangan akademis yang mengetahui sepak-terjangnya sebelum memilih untuk mendaftar. Sekarang era milenium dan 'high-tech', orang-orang 'terpakai' karena kompetensinya bukan karena nama almamaternya. Seribu satu jalan ke kota Roma, pepatah dari orang-tua bijak sebelum kita lahir sudah mewanti-wanti bahwa jalan menuju kesuksesan tidak bergantung dari satu cara/jalan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H