JAKARTA, 24 MEI 2021 -- Kementerian Bidang Perekonomian diminta untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kartu Prakerja yang tengah dijalankan. Sebagaimana diketahui, sepanjang tahun 2020 lalu, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp10 triliun dan meningkat menjadi Rp20 triliun pada tahun 2021.
"Efektivitas kartu Prakerja sangat perlu dievaluasi menyeluruh. Agar anggaran sebesar itu jelas peruntukkannya," ujar Direktur Eksekutif Institute of Public Communication (IPC) Dr. Radja Napitupulu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (24/5/2021).
Keterangan tertulis ini merupakan tanggapan hasil laporan Cyrus Network bertajuk "Survei Persepsi Penerima Kartu Prakerja terhadap Penyelenggaraan Program Kartu Prakerja," pada Kamis (20/5/2021). Sebelumnya, hasil survei dari Cyrus Network menunjukkan sebesar 98,7 persen responden yang merupakan peserta Program Kartu Prakerja merasakan manfaat dari program pelatihan tersebut. Dari total responden, sebanyak 75,8 persen menjawab setuju dan 22,9 persen menjawab sangat setuju karena mereka mendapatkan manfaat dari program Kartu Prakerja.
Menurut Radja, Kartu Prakerja merupakan program pemerintah yang digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja dan kewirausahaan bagi para pencari kerja. Namun, akibat pandemi Covid-19, pemerintah mempercepat pengadaan Kartu Prakerja dan memprioritaskan bagi para pekerja atau buruh yang terkena dampaknya.
"Memeringati Hari Kebangkitan Nasional kali ini, harus diakui bahwa pelaksanaan kartu prakerja masih jauh dari harapan. Khususnya dari sisi efektivitas program tersebut sebagai program pelatihan bagi para penganggur dan pekerja yang saat ini sedang dirumahkan atau diputus kontrak kerjanya," kata Radja.
4 Masalah Serius
Radja mengungkapkan, paling sedikit ada 4 masalah serius yang harus diperhatikan dari pelaksanaan Kartu Prakerja (lihat tabel di bawah). Pertama, data Program Kartu Prakerja tahun 2021 mencatat, hingga 30 April 2021 terdapat 2,77 juta penerima SK Kartu Prakerja. Namun, sebanyak 44 ribu orang yang telah menerima SK, dicabut kepesertaannya, sehingga tersisa 2,73 juta penerima.
Dari angka 2,73 juta penerima itu, lanjut Radja, seluruhnya telah mendapatkan alokasi pelatihan dengan menggunakan dana Rp1 juta per penerima yang disiapkan pemerintah. Namun menjadi pertanyaan besar adalah, hingga akhir April 2021, terdapat hanya 2,63 juta penerima yang telah menyelesaikan minimal 1 pelatihan.
"Artinya, ada 100 ribu penerima yang tidak jelas penggunaan dana pembelian pelatihannya, dan itu totalnya mencapai Rp100 miliar dana pembelian pelatihan yang raib dan tidak jelas. Apakah mereka sekedar membeli pelatihan itu, sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial senilai Rp600 ribu selama 4 bulan, ataukah mereka sungguh-sungguh untuk mendapatkan keahlian, itu perlu dievaluasi. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, ketidakjelasan dana pembelian pelatihan sebesar Rp100 miliar itu sangat perlu dipertanyakan," katanya.
Kedua, data Kartu Prakerja juga mencatat bahwa dari 7 platform digital yang digunakan peserta, justru platform digital yang dikembangkan pemerintah yaitu Kemenaker, tidak banyak diminati. Sementara platform digital komersial seperti Bukalapak menggaet 33% peserta menggunakan platform tersebut untuk membeli pelatihan yang ditawarkan. Sedangkan platform Tokopedia menggaet 26% peserta, dan platform sekolahmu menggaet 24% peserta.