Pengantar
Kearifan Lokal (Local Wisdom) merupakan ide-ide setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai positif, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Syarifudin, 2007). Kearifan budaya sebagai pengetahuan lokal, sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut telah menjadi identitas yang melekat bagi masyarakatnya. Adanya ritual untuk para nenek moyang dengan tarian dan nyanyian, dan kegiatan seni yang mempunyai arti dan makna tertentu di zaman dulu dan sampai sekarang, hal itu merupakan beberapa contoh ide dari suatu wujud kebudayaan.
Budaya Batak dapat dipahami sebagai (Etnik Culture) atau Budaya yang secara nilai masih murni. Artinya, tidak ada pengaruh terhadap Budaya Asing. Kearifan Budaya Batak telah berakar dalam masyarakatnya, Nilai Kearifan Lokal Batak sangat dekat dengan masyarakatnya. Nilai daripada Kearifan Budaya Batak tersebut meliputi; Kreativitas Budaya, Pola kesantunan, kerja keras, Gotong Royong, kecerdasan, rasa syukur, rasa percaya diri, rasa persatuan dan norma-norma Budaya yang ada. Orang Batak sebagai masyarakat Indonesia yang berbudaya jelas sangat mencintai adat istiadat (Paradaton). Hal ini hadir dan telah mendarah daging dalam kehidupan sebagai orang Batak. Makannya, ada istilah bagi orang Batak “Parsadaan di paradaton” artinya; bersatu dalam adat.
Wujud Kearifan Lokal sebagai pembentukan karakter yang masih murni dalam peadatan orang Batak seperti; Tarombo, Paradaton (Upacara adat), konsep falsafah “Dalihan Natolu”, dan Tradisi Lisan juga serta dukungan situs budaya, merupakan kebiasaan yang masih melekat dalam masyarakat Batak. Oleh Karena itu, sangat kaya sebenarnya kearifan lokal masyarakat Batak dalam basis Cagar Budayanya.
Situs Budaya adalah benda peninggalan sejarah nenek moyang. Situs Budaya yang terdapat di tanah Batak tidak diragukan lagi kuantitas dan kualitasnya. Bukan hanya karena keberadaan wisata Danau Toba, namun juga banyaknya situs Budaya di tanah Batak yang bisa dimanfaatkan secara baik. Walaupun demikian, Pelestarian dan revitalisasi sangat diperlukan untuk memelihara dan menyelematkan situs Budaya Batak. Kondisi beberapa situs Budaya dibeberapa daerah masih sangat mengkhawatirkan. Di desa Bakara, Kab. Humbahas, Kec. Bakti Raja, misalnya; situs Tombak sulu-sulu, Batu maranak, Batu Siungkap-ungkapon, dan lain-lain adalah sebahagian dari beberapa situs yang perlu diperhatikan.
Manfaat BODT, Untuk Siapa?
Menyoal akan dibentuknya Badan Otorita Danau Toba, tampaknya sudah di depan mata. Badan Otorita Danau Toba (BODT) atau lembaga yang nantinya berwenang mengelola kawasan pariwisata Danau Toba positif mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Kedatangan Presiden RI, Bpk. Joko Widodo (1/3/2016) kelokasi mendapat angin segar. Antusiasme masyarakat lokal sangat luar biasa. Melihat Pak Presiden turun langsung kekampung halamannya. Bentuk Konkrit ini, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam upaya percepatan pengelolaan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata utama, Indonesia.
Pemerintah Daerah sekawasan Danau Toba (7 Kabupaten) dan Pemprov Sumut Plt. Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, juga menambahkan sepakat untuk menindak lanjuti program besar tersebut, mengingat persoalan Danau Toba memang sejak lama penuh polemik (Wartakota.tribunnews.com : 2016/03/05) Selanjutnya, isunya, akan ada anggaran sebanyak 21 triliun untuk mengelola kawan Danau Toba tersebut untuk disulap menjadi Wisata Dunia. Jika benar demikian, Pemerintah Daerah khususnya harus tanggap dan cermat dalam pengelolaan program tersebut. Jangan sampai, dana sebesar itu disalah gunakan untuk kepentingan yang tidak bermanfaat.
Pemerintah Daerah juga harus hati-hati dalam mengambil kebijakan. Tidak cukup hanya “mengiyakan” untuk menjalankan program ini dengan sungguh-sungguh tanpa hadir disetiap lini kehidupan masyarakatnya. Analisa kebutuhan masyarakat lokal haruslah menjadi prioritas. Masyarakat harus dilibatkan. Masyarakat harus menjadi subjek pelaku bukan objek. Pemerintah daerah dalam hal ini juga harus membuat regulasi terkait objek-objek purbakala di daerah masing-masing. Harus ada upaya pencagaran budaya (UU no 11 tahun 2010). Karena yang dapat menetapkan kawasan tersebut hanya pemerintah daerah/kota.
Masyarakat sekitaran Danau Toba, sebagai masyarakat penghuni asli Danau Toba adalah masyarakat Batak yang akan menerima langsung dampak pembangunan. Peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam suksesi program tersebut. Karena, jika masyarakat lokal tidak membuka dan berbenah diri, apapun yang dikerjakan Pemerintah tentunya tidak akan berjalan maksimal. “Bak Menanam Pinus di Tanah Arab” hehehe.
Kearfian Lokal sebagai internilasisasi nilai-nilai Budaya sudah mengakar dalam konsep kebudayaan masyarakat Batak. Ratusan situs Budaya adalah keanekaragaman produk Budaya. Masyarakat Batak harus “SADAR”, jika ingin pemanfaatan wisata berjalan maksimal. Masyarakat Batak juga harus belajar banyak. Wisata Danau Toba adalah kekayaan asli orang Batak, olehnya, jika tidak dijaga, dikelola dengan baik tentu akan sangat merugikan masyarakat itu sendiri.