Lihat ke Halaman Asli

Raja Azhar

Mahasiswa

Mencari Cara Penyelesaian Krisis Pengungsi Rohingya di Indonesia

Diperbarui: 22 Desember 2023   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengungsi Rohingya tiba di Indonesia (AP/Rahmat Mirza)

Topik soal pengungsi Rohingya telah mendominasi headline media-media Indonesia seminggu terakhir, bahkan seakan "menenggelamkan" isu konflik Israel-Palestina yang masih berlangsung. Rohingya sendiri adalah nama suatu etnis atau suku yang berasal dari Myanmar, negara bagian Rakhine. Konflik etnis yang berkembang menjadi genosida telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak 1990-an mulai terjadi gelombang pengungsian etnis Rohingya. Namun jumlah ini meningkat secara drastis sejak tahun 2017, dimana gelombang kekerasan pada etnis minoritas di Myanmar ini meningkat. Myanmar sendiri sejak awal menolak mengakui kewarganegaraan etnis ini lewat UU Kewarganegaraan tahun 1982. 

Rohingya akhirnya mengungsi ke berbagai negara, dengan Bangladesh yang berbatasan langsung dengan Myanmar menampung paling banyak pengungsi Rohingya, mencapai sekitar 900 ribu jiwa. Negara-negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Thailand hingga India dan Arab Saudi juga "kebagian" para pengungsi ini.

Indonesia sendiri sebenarnya tidak menampung Rohingya dalam jumlah besar, hanya sekitar seribu orang saja. Jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan Bangladesh, Thailand dan Malaysia yang mencapai puluhan hingga ratusan ribu orang. Pada awalnya, mayoritas masyarakat menerima kedatangan para pengungsi, bahkan beberapa pihak mendesak pemerintah untuk memberi kewarganegaraan WNI kepada para pengungsi. Ini menjadi paradoks ketika sikap masyarakat justru berbalik 360 derajat kepara para pengungsi. Masyarakat Indonesia, khususnya warga Aceh yang menerima paling banyak pengungsi Rohingya mendesak pemerintah untuk segera mengusir para pengungsi. Sikap ini didorong oleh berbagai hal, utamanya karena sikap dan perangai para pengungsi yang buruk. Mulai dari membuang makanan, protes terhadap fasilitas yang diberikan hingga melakukan aksi kriminal seperti pemerkosaan. Pengalaman buruk Malaysia dalam menangani pengungsi Rohingya, serta ketakutan masyarakat bahwa Rohingya bisa menjadi penjajah seperti Israel membuat kebencian itu semakin bertambah.

Dengan semakin derasnya jumlah pengungsi yang disebut akan kembali datang dan meningkatnya penolakan masyarakat, apa tindakan yang tepat untuk menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya saat ini?

Jangan Hanya Menyalahkan UNHCR

Sejalan dengan kebencian dan penolakan masyarakat terhadap para pengungsi, hal yang sama juga terjadi kepada United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), terutama di media sosial. Selain itu, beberapa pejabat juga menuntut tanggung jawab UNHCR, salah satunya adalah Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko. Sikap UNHCR yang bertolak belakang dengan opini dan desakan masyarakat saat ini, membuat organisasi ini terus menjadi sasaran kebencian dan hujatan masyarakat. 

Sikap UNHCR sendiri harus dipahami oleh kita masyarakat Indonesia. Organisasi kemanusiaan seperti UNHCR, Amnesty International hingga Komnas HAM adalah organisasi yang selalu berjalan tegak lurus dengan kemanusiaan tanpa memandang situasi dan kondisi lebih lanjut dari permasalahan tersebut. Sehingga, mereka selalu memandang semua peristiwa sama, tanpa mempertimbangan impilkasi, dampak dan asal-usul serta penyebab dari peristiwa itu. Tidak heran, kita sering melihat pernyataan dan kebijakan dari organisasi seperti ini yang terkesan "omong kosong" karena tidak sesuai dengan perspektif kita yang mengalaminya. Contoh sederhananya saja adalah pernyataan Komnas HAM yang sering mengkritik kebijakan pemerintah dan pasukan keamanan TNI-Polri di Papua, seperti penetapan KKB di Papua sebagai teroris, dan kebijakan lainnya di Papua. Padahal, menurut kita gerakan KKB OPM di Papua adalah kelompok teroris-separatis yang sudah seharusnya dimusnahkan, bahkan tidak layak mendapat pertimbangan HAM.

Oleh karena itu, keberadaan UNHCR seharusnya bisa dimanfaatkan menjadi mitra kolaborasi pemerintah, seperti yang diinstruksikan oleh Presiden Jokowi. UNHCR bisa dijadikan penanggung jawab pembiayaan soal kebutuhan dasar pengungsi, seperti soal makanan dan kebutuhan lainnya dalam jangka panjang. Indonesia sendiri pernah berkolaborasi dengan UNHCR dalam penanganan pengungsi Vietnam di Pulau Galang dahulu, sehingga pemerintah seharusnya bisa kembali memanfaatkan kolaborasi tersebut dalam masalah kali ini. Namun, ada hal penting yang harus dilakukan pemerintah sebelumnya. 

Pemerintah Harus Punya Kebijakan yang Jelas

Satu hal yang penting, apa kebijakan yang ingin ditempuh oleh pemerintah saat ini? Apakah benar-benar ingin menampung pengungsi Rohingya yang datang atas dasar kemanusiaan, atau ingin mengambil tindakan keras untuk mengusir mereka?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline