Lihat ke Halaman Asli

Raisya Arfi Khairan

Mahasiswa Sastra Inggris

Representasi Tokoh Wanita dengan Gangguan Mental dalam "Girl, Interrupted" oleh Susanna Kaysen

Diperbarui: 10 Desember 2024   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Susanna Kaysen, penulis Girl, Interrupted. Sumber : www.elsubtitle.com)

Sejak puluhan tahun yang lalu, penulis Amerika telah banyak berkontribusi kepada dunia sastra melalui karya-karya mereka yang luar biasa. Macam-macam genre telah bermunculan sebagai hasil kreatifitas para penulis. Berbagai topik dan isu pun telah mereka angkat untuk menarik perhatian pembaca sehingga karya tersebut mencapai audiens yang luas. Dengan menggabungkan tren dalam penulisan sastra dan isu yang sedang marak diantara masyarakat, lahirlah sastra berisi cerita yang disampaikan melalui narasi dan karakter-karakter yang khas. Karakter menjadi elemen yang sangat krusial dalam sastra, mereka dihadirkan dalam cerita dengan kepribadian, latar belakang, dan konflik mereka masing masing. Beberapa karakter dirancang untuk menunjukkan perilaku yang menandakan bahwa ia memiliki gangguan mental yang nanti akan berpengaruh kepada cara karakter tersebut menghadapi konflik dalam cerita. Penulis cerita memiliki caranya sendiri dalam menggambarkan kondisi psikis karakter tersebut. Khususnya terhadap wanita, representasi karakter dengan gangguan jiwa berkaitan erat dengan stereotip dan pandangan sosial.

Salah satu sastra Amerika yang menyorot karakter wanita dengan gangguan mental adalah Girl, Interrupted, sebuah memoar yang ditulis oleh Susanna Kaysen. Bercerita tentang pengalaman pribadinya menjalankan rehabilisasi di sebuah rumah sakit jiwa setelah ia didiagnosa mengidap Borderline Personality Disorder pada usia 18 tahun. Disana Kaysen bertemu wanita muda sebaya yang menderita gangguan mental yang berbeda beda. Kaysen menggambarkan mereka sebagai individu yang berjuang dengan kondisi mental yang sulit di tengah stereotip masyarakat yang negatif terhadap mereka dan  sistem kesehatan mental yang kadang-kadang tidak adil. Setiap karakter memiliki latar belakang, kepribadian, dan perjuangan yang berbeda-beda. Memoar ini menyorot bagaimana cara masyarakat dan institusi kesehatan memperlakukan wanita dengan gangguan mental. Beberapa karakter wanita dalam memoar ini ditempatkan di rumah sakit jiwa bukan hanya karena kondisi mental mereka, tetapi juga karena masyarakat yang tidak mampu untuk memahami dan menangani perilaku mereka yang melanggar norma. Kaysen sendiri meragukan diagnosis yang diberikan padanya dan menganggap proses 'penyembuhannya' di rumah sakit sebagai bentuk pengasingan sosial. Hal ini menunjukkan bagaimana wanita dengan gangguan mental dalam sastra Amerika seringkali direpresentasikan dengan stereotip negatif yang dimana sangat berpengaruh kepada pandangan masyarakat kepada mereka dalam dunia nyata.

(My Year of Rest and Relaxation oleh Otessa Moshfegh. Sumber : Wikipedia)

Salah satu mahasiswa Sastra Inggris menyampaikan pendapatnya tentang bagaimana wanita dengan gangguan mental direpresentasikan dalam sastra Amerika. Salah satunya Shabrina Adzani, atau yang dikenal akrab sebagai Nina. Nina sangat prihatin terhadap bagaimana wanita dengan gangguan mental diperlakukan oleh lingkungan sekitar, tetapi untungnya sekarang orang orang lebih peduli dan menaruh simpati kepada mereka. sangat prihatin tapi menurutku juga bukan hal yang asing atau mengejutkan karena penyakit mental juga sudah ada dari puluhan tahun yang lalu. "Dan juga untungnya society sekarang, terlebih gen z, lebih melek akan kesehatan mental. Jadi, sudah banyak masyarakat yang empati dan simpati terhadap wanita yang punya penyakit mental. Beda cerita dengan society dulu, dimana wanita-wanita yang punya mental illness lebih rentan dapet stereotypes buruk saat itu." Tutur Nina. Namun, dalam salah satu sastra Amerika yang pernah ia baca yaitu My Year of Rest and Relaxation oleh Ottessa Moshfegh, Nina menemukan tokoh protagonis wanita yang direpresentasikan dengan cara yang berbeda. Ia berpendapat bahwa cara penulis merepresentasikan si karakter malah disengaja untuk membuat pembaca tidak suka kepada karakter tersebut. "Uniknya penulis menggambarkan protagonisnya yang punya gangguan mental dengan traits yang mostly 'unlikeable'. Dengan nunjukin gimana si protagonis itu cenderung apatis, cynical, atau bahkan gak ingin connect dengan dunia bahkan sahabat sendiri," ujarnya. Bagi Nina, cara penulis merepresentasikan karakter tersebut sangat menarik dan membuatnya sadar untuk tidak menghakimi seseorang yang memiliki masalah dengan mental.

Representasi tokoh wanita dengan gangguan mental tentu berbeda beda tergantung referensi penulis dan plot cerita yang akan dibawakannya. Namun, hal tersebut sering kali berkaitan dengan stereotip negatif dan pandangan lingkungan sekitar di dunia nyata. Terlepas bagaimana buruknya manusia, bukan hanya wanita saja, digambarkan dalam tulisan, tidak bisa menjadi alasan untuk mengucilkan atau memperlakukan mereka berbeda dengan manusia lain. Mereka juga sesama manusia yang membutuhkan pertolongan untuk dapat kembali hidup tanpa gangguan mental. Oleh karena itu, cerita dalam karya-sastra tentang karakter dengan gangguan mental dapat menjadi pelajaran bagi pembaca untuk bersikap empati kepada sesama karena sesungguhnya manusia itu adalah makhluk sosial.

Referensi :

Chouinard, V. (2009). Placing the 'mad woman': troubling cultural representations of being a woman with mental illness in Girl Interrupted . Social & Cultural Geography, 10(7), 791--804. https://doi.org/10.1080/14649360903205108

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline