Lihat ke Halaman Asli

Raisa AzzaPutri

Mahasiswa Universitas Airlangga

Generasi Digital Native dan Fenomena Cyberchondria

Diperbarui: 24 Juni 2022   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : pixabay.com

Kemajuan teknologi yang begitu pesat merupakan sebuah realita pada abad ke 21 ini yang tidak bisa dihindari sekaligus membawa dampak atau perubahan besar dalam setiap aspek kehidupan manusia. 

Pola kehidupan manusia yang semakin berkembang dari masa ke masa menunjukkan bukti bahwa teknologi secara tidak langsung mendorong manusia untuk dapat meningkatkan kualitas hidup mereka lebih baik lagi dari masa sebelumnya. Di mana dalam proses perkembangan teknologi pada suatu masa tersebut sangat erat kaitannya dengan generasi yang lahir dan tumbuh di dalamnya. Salah satu contohnya ialah hadirnya generasi digital native.

Lalu, apa itu Generasi Digital Native? Generasi Digital Native merupakan sebutan untuk generasi yang lahir dan tumbuh ditengah-tengah pesatnya arus teknologi digital, yang mana sebagian besar aktivitasnya sehari hari didominasi oleh penggunaan teknologi digital yang canggih seperti internet, computer, laptop dan smartphone.

Generasi digital native umumnya sudah sangat familiar dengan perkembangan teknologi, sehingga cepat beradaptasi, merasa nyaman dan fasih dalam menggunakan alat digital sejak usia dini. Biasanya generasi milenial dan generasi Z menjadi sapaan lain untuk menyebut generasi digital native ini.

Digital native selalu mengandalkan teknologi untuk menunjang kebutuhan hidupnya, seperti berkomunikasi dan mengirim pesan singkat dengan teman yang ada dibelahan dunia, berjualan dan berbelanja online, memesan transportasi online, membayar tagihan online, mengakses portal pendidikan dan berseluncur dengan bebas di semua platform digital kapan saja dan dimana saja untuk membaca berita terkini, mencari referensi jurnal, mengerjakan tugas sekolah serta untuk hiburan belaka.

Pengetahuan dan pola pikir para digital native pun lebih maju dan lebih luas dikarenakan mereka dapat dengan mudah untuk mengakses sesuatu hal yang mereka inginkan lewat mesin pencari online atau yang biasa dikenal dengan google. Hanya dengan mengetik pada kolom pencarian saja, lalu mengklik enter, maka semua informasi dari berbagai laman akan langsung muncul di depan mata.

Namun, dibalik semua kemudahan, kesenangan dan kepraktisan yang ditawarkan teknologi digital khusunya dalam dunia internet. Ternyata dapat mendatangkan dampak buruk seperti adanya kecanduan. 

Kecanduan ini bisa saja muncul disetiap segi kebutuhan manusia, seperti kecanduan searching untuk mengerjakan tugas sekolah dan bahkan ketika merasakan suatu gejala penyakit. Sehingga lama kelamaan, kecanduan searching dengan google atau internet ini akan berkembang menjadi sebuah fenomena Cyberchondria atau disebut juga suatu sindrom yang kerap menghantui para pengguna internet.

Cyberchondria sendiri merupakan keadaan pada diri seseorang yang mempunyai pemikiran berlebihan terhadap kondisi kesehatannya, sehingga timbul keinginan untuk mencari gejala suatu penyakit melalui internet lalu kemudian mendiagnosis sendiri tentang gejala yang dialaminya daripada mengunjungi ahli kesehatan.

Setelah mendapatkan informasi yang dirasa cocok dengan keluhannya, maka orang tersebut akan langsung merasa khawatir, takut, gelisah, sedih hingga depresi pada saat membaca laman yang menampilkan jawaban dari keluhannya tersebut. Padahal informasi tersebut belum tentu benar atau layak untuk dipercayai bahkan bisa saja tidak sesuai dengan keluhan yang sedang dialami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline