Untuk memaknai bagaimana hakikat moderasi beragama (wasathiyah) dalam berbagai bidang serta aspeknya, Quraish Shihab berpendapat bahwa orang yang wasathiyah harus memperhatikan hubungan tarik-menarik antara yang berada di tengah dengan dua ujung yang saling berlawanan. Tidak diragukan lagi, hal itu tidak hanya memerlukan kesabaran serta keuletan,akan tetapi membutuhkan juga pemahaman yang mendalam tentang apa itu hakikat wasathiyah sehingga kedua belah pihak dapat saling menarik apa yang mereka butuhkan untuk mencapai keadilan dan kebaikan yang menjadi syarat mutlak lahirnya hakikat wasathiyah sebenarnya.
Kemudian ketika Quraish Shihab menafsirkan ayat 143 surah Al-Baqarah, beliau mengatakan bahwa umat Islam digambarkan sebagai orang yang moderat dan teladan, umat Islam berada di tengah-tengah. Orang dalam posisi pertengahan dapat dilihat dari berbagai sudut dan tidak memihak ke kiri atau ke kanan. Hal ini lah yang membuat orang berlaku adil serta dapat menjadi teladan bagi semua orang.Adapun pembahasan tentang moderasi beragama terletak pada kata Ummatan wastahan (Al-Baqarah: 143) dimana disana mengandung arti masyarakat yang ideal. Disebutkan bahwa masyarakat ideal itu ialah masyarakat yang harmonis dan saling berkesinambungan. Dengan adanya masyarakat yang moderat juga dapat menghantarkan masyarakat yang tidak memihak ke kiri atau ke kanan tetapi sama-sama menerima diantara keduanya.
Menurut pendapat Quraish Shihab wasathiyah dianggap sebagai karakter serta metode dalam memahami nash Al-Qur'an dan hadist nabi. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat beliau bahwa wasath yang pada awalnya berarti segala yang baik sesuai dengan objeknya. Kemudian Nabi Muhammad mengatakan bahwa, "Sebaik-baik segala sesuatu adalah yang di pertengahan", yang berarti bahwa yang baik berada di antara dua hal yang buruk. Kemudian, orang yang berada di tengah-tengah konflik antara dua kelompok dituntut untuk menjadi wasit (wasith), yang berada di posisi tengah atau yang menjadi wasit ini berarti harus berlaku adil. Dari sini lah muncul bagian ketiga, yaitu adil. Oleh karena itu, tiga makna umum dari istilah wasath (juga dikenal sebagai wasathiyah) ialah yang terbaik, posisi tengah, dan adil.Dengan menerapkan konsep yang tepat, karakter wasathiyah ini akan menjadikan manusia berperilaku adil dan proporsional dalam segala hal. Quraish Shihab juga mengartikan bahwa konsep wasathiyah ini didasarkan ke berbagai paradigma, akan tetapi kesemuanya itu menyempurnakan satu sama lain. Adapun hal yang perlu untuk diperhatikan ialah posisi pertengahan, karena posisi ini membuat seseorang berlaku adil dengan kata lain tidak memihak ke kiri atau ke kanan, posisi ini juga membuat seseorang dapat dilihat dari berbagai sudut.
Selain itu juga posisi tengah dapat berfungsi menjadi teladan bagi semua pihak, posisi ini juga membuatnya menjadi saksi bagi orang di seluruh dunia. Seperti yang telah Allah swt. katakan bahwa umat Islam di posisi pertengahan agar mereka dapat menjadi saksi atas perbuatan manusia. Hal ini terbukti dengan dijadikannya Rasulullah saw. sebagai Sayyid---yaitu menjadi saksi atas sikap dan perbuatan beliau---merupakan satu-satunya cara untuk mencapai hal ini.
Kemudian ada beberapa orang yang memaknai kata ummatan wasathon ini dalam pemahaman wasathiyah ini dengan pemahaman pertengahan dalam pandangan mereka tentang Tuhan dan dunia. Tidak hanya menolak keberadaan Tuhan, tetapi juga tidak menganut doktrin politeisme. Karena dalam pandangan Islam, Tuhan adalah maha Wujud dan maha Esa. Kemudian, maksud pertengahan dari lafad ummatan wasathon merupakan pandangan umat Islam tentang kehidupan dunia mereka tidak hanya mengingkari dan menilai dunia sebagai maya tetapi mereka juga tidak menganggap bahwa kehidupan duniawi merupakan segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H