Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Tak Siap dengan BPJS

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Satu program pemerintah sudah lama digodog, kemarin diluncurkan SBY. Namanya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS. Ini merupakan suatu lembaga yang dipercayakan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan peran PT Askes dan PT Jamsostek secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, dan pada 2015 PT Jamsostek yang akan menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Program ini dimulai tahun 2014 dan diharapkan seluruh warga Indonesia dapat masuk dalam kepersertaan pada tahun 2019. Pasal 14 UU BPJS tertulis  kepesertaan besifat wajib bagi setiap warga negara Indonesia
dan warga asing yang sudah tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan.  Warga miskin pun akan diikutkan dalam kepesertaan yang preminya akan ditanggung oleh pemerintah melalui program bantuan
iuran.

Program ini tidak seperti Program Kartu Jakarta Sehat dimana pasien bebas berobat ke rumah sakit secara gratis. Misalnya ada prosedur yang jelas dimana pasien harus berobat dulu ke fasilitas kesehatan primer
(praktek dokter atau klinik yang bekerjasama dengan BPJS dan puskesmas). Bila memerlukan rujukan, barulah pasien diberi surat pengantar rujukan ke rumah sakit (RS) yang terdaftar BPJS.

Dengan adanya mekanisme seperti diatas, diharapkan hanya pasien yang benar-benar perlu rujukan yang berobat ke RS. Selama ini kadang batuk pilek biasa pasien ingin berobat di rumah sakit, sehingga terjadi
penumpukan konsentrasi pasien yang tidak efektif dan efisien padahal puskesmas pun bisa mengatasi penyakit-penyakit rakyat tersebut.

Banyak Harus Dibenahi

Program ini akan menggiring fasilitas kesehatan primer lebih ke arah dokter keluarga, walaupun pemerintah menegaskan tidak akan menerapkan sistem seperti ini. Pemerintah  hanya mengadaptasi sebagian sistemnya
saja.  Praktek dokter, klinik pratama dan puskesmas akan membawahi beberapa jiwa yang ada di wilayah tersebut.

Banyak kekhawatiran membayangi program ini. Mulai dari infrastruktur, tenaga kesehatan sampai anggaran yang akan membeludak. Bagi para tenaga dokter, skeptisme program BPJS terletak pada beban kerja yang tidak manusiawi (membludaknya pasien) tanpa diikuti dengan kenaikan penghasilan.
BPJS kesehatan di tahap awal, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan Rp86 juta warga miskin. September 2012, pemerintah menyebut besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22 ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerintah. Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS menjadi Rp19,255, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayar pemerintah itu belumlah  ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes. Di situ tertulis, golongan satu sebesar Rp38.000.

Banyak RS Umum Daerah (RSUD) yang memiliki dana jauh di bawah rasio kecukupan anggaran, apalagi porsi anggaran Kementerian Kesehatan di APBN hanya berkisar 2,5 %. Jika diperhatikan, porsi anggaran Kementrian Kesehatan pada  APBN 2013 ke APBN 2014 mengalami penurunan. Semula Rp 43 triliun, namun pada APBN 2014, angkanya justru turun menjadi Rp 33 triliun.

Tenaga medis khususnya dokter adalah masalah krusial lain. BPJS menghitung bahwa perbandingan ideal jumlah dokter umum dengan jumlah masyarakat adalah 1:5.000 (satu dokter menangani lima ribu
masyarakat). Sehingga mereka menghitung bahwa kebutuhan dokter untuk program ini mencapai 85 ribu orang dari jumlah itu ada 25 ribu dokter lagi yang harus direkrut. Soal lain adalah sebaran dokter. Kebanyakan dokter terkonsentrasi di pulau Jawa, padahal layanan BPJS meliputi seluruh Indonesia.

Pemerintah menetapkan bantuan iuran/premi asuransi melalui BPJS untuk 86 juta masyarakat miskin sebesar Rp 19.255/orang/bulan (Rp 42,7 triliun). Dengan asumsi satu orang dokter menangani 4.000 masyarakat penerima bantuan iuran itu, berarti nilai kapitasi (manfaat asuransi) yang dikantongi dokter tadi adalah Rp 924,2 juta per tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline