Pandangan terhadap kesehatan mental di masyarakat Indonesia terus berkembang seiring waktu. Di masa lalu, berbicara tentang gangguan mental sering dianggap tabu dan memalukan. Namun, saat ini terutama di kalangan Gen Z, kesehatan mental menjadi topik yang lebih terbuka dibicarakan. Perubahan ini mencerminkan perbedaan besar dalam cara pandang antara generasi muda dan generasi sebelumnya.Pada generasi sebelumnya, kesehatan mental sering dianggap sebagai hal yang memalukan. Orang yang mengalami gangguan mental sering kali dihindari atau dianggap lemah. Pada saat itu, banyak orang merasa bahwa masalah kesehatan mental harus disembunyikan dan ditangani sendiri. Stigma sosial yang kuat membuat banyak orang enggan mencari bantuan profesional, karena mereka merasa akan dinilai buruk oleh orang lain. Hal ini menyebabkan banyak orang menekan perasaan mereka dan berusaha untuk menghadapinya tanpa dukungan. Beberapa orang bahkan berpikir bahwa gangguan mental bisa disembuhkan hanya dengan usaha pribadi, tanpa perlu bantuan dari psikolog atau konselor.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z lebih terbuka dalam membicarakan masalah kesehatan mental mereka. Mereka tumbuh di era media sosial, di mana banyak orang, termasuk selebriti dan influencer berbicara tentang pengalaman mereka dengan gangguan mental seperti depresi atau kecemasan. Hal ini membuat topik kesehatan mental menjadi lebih diterima dan dianggap sebagai bagian penting dari kesejahteraan. Banyak dari mereka yang merasa nyaman mencari bantuan melalui terapi atau konseling, baik secara langsung maupun melalui aplikasi online. Media sosial menjadi platform yang memungkinkan Gen Z untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung, menciptakan ruang yang lebih aman untuk berdiskusi tentang isu-isu mental.
Media sosial memainkan peran besar dalam mengubah cara pandang masyarakat terhadap kesehatan mental. Platform seperti Instagram, TikTok, dan X memudahkan orang untuk berbagi cerita dan saling mendukung. Gerakan seperti #MentalHealthAwareness di media sosial juga membantu mengurangi stigma seputar masalah mental dan mendidik orang untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan mental. Bahkan, berbagai organisasi mulai memperkenalkan kebijakan yang lebih ramah terkait kesehatan mental, termasuk menyediakan akses yang lebih mudah ke layanan konseling dan terapi. Hal ini turut berkontribusi pada perubahan sikap masyarakat, terutama di kalangan generasi muda.
Meski pandangan masyarakat mulai berubah, cara orang menghadapi masalah kesehatan mental tetap berbeda antara generasi. Gen Z cenderung lebih terbuka mencari bantuan ketika merasa stres atau cemas. Mereka lebih nyaman berbicara dengan psikolog atau menggunakan aplikasi untuk mengelola perasaan mereka. Di sisi lain, generasi sebelumnya lebih suka menyelesaikan masalah sendiri atau dengan dukungan keluarga dekat. Beberapa orang dari generasi ini masih merasa ragu untuk mencari bantuan profesional karena takut dianggap lemah atau tidak mampu mengatasi masalah hidup mereka.
Perubahan pandangan ini menunjukkan kemajuan yang positif. Ke depan, diharapkan kesadaran tentang kesehatan mental akan semakin meluas dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan semakin banyaknya generasi muda yang terbuka berbicara tentang kesehatan mental, masyarakat secara keseluruhan diharapkan akan lebih peduli dan menghargai kesehatan mental setiap orang. Dengan adanya pemahaman yang lebih baik, semua orang, baik dari generasi manapun dapat merasa lebih nyaman untuk mencari bantuan ketika membutuhkannya. Sehingga, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara mental dan emosional.
Referensi
Albari, R. R. (2024). Pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental Generasi Z di era globalisasi. Seminar Nasional Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 329-334.
Azaria, A. S., Ratnasari, D., & Sumawati, A. R. (2024). Instagram dan kesehatan mental Generasi Z di Yogyakarta. Jurnal Mahasiswa Komunikasi Cantrik, 4(1), 1-14. doi:https://doi.org/10.20885/cantrik.vol4.iss1.art1
Bladina, A. S. (2021). Stigma terkait dengan meminta bantuan dari seorang profesional tenaga kesehatan mental di Bandung Indonesia. Health of Studies, 5(1), 119-123. doi:https://doi.org/10.31101/jhes.2105
Nurlaila, C., Aini, Q., Setyawati, S., & Laksana, A. (2024). Dinamika perilaku Gen Z sebagai generasi internet. Konsensus: Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi, 1(6), 95-102. doi:https://doi.org/10.62383/konsensus.v1i6.433
Rakhman, Z. A., Florina, I. D., & Edy, S. (2024). Peran media sosial dalam mendorong diskusi terbuka tentang kesehatan mental. Publicomm: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 34-40.