Lihat ke Halaman Asli

Raindrana Romansah

Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani

Pengawasan Pemerintah Melemah, Kisah Kelam Korupsi Timah yang Terungkap!

Diperbarui: 17 April 2024   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Kasus korupsi timah yang seret Harvey Moeis dan Helena Lim dimulai pada tahun 2018 sampai dengan 2022. Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi timah, termasuk Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, dan Helena Lim, yang disebut sebagai crazy rich dari Pantai Indah Kapuk (PIK). Kasus ini mencakup perbuatan yang dilakukan dalam tahun 2018 sampai dengan 2019, dimana tersangka HLN, yang disebut sebagai Manager PT QSE, membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa. Tersangka HLN telah disangkakan pasal pencucian uang dan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari. Kasus korupsi ini juga mengakibatkan kerugian ekologis, ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan, yang mencapai nominal fantastis Rp 271,06 triliun.

Dalam hal ini pengawasan pemerintahan pusat di Indonesia terbukti lemah dalam kasus korupsi timah yang melibatkan Harvey Moeis dan Helena Lim. Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya pengawasan adalah adanya celah dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum. Meskipun telah ada lembaga dan mekanisme pengawasan yang dibentuk oleh pemerintah, implementasinya sering kali tidak efektif karena kurangnya koordinasi antara lembaga-lembaga terkait, kekurangan sumber daya manusia dan finansial, serta tingkat korupsi yang masih tinggi di dalam sistem itu sendiri. 

Kejagung RI

Terdapat intervensi politik atau kepentingan pribadi yang mengganggu proses pengawasan, sehingga memungkinkan praktik korupsi untuk terus berlangsung tanpa terdeteksi. Selain dari sisi internal pemerintahan, faktor eksterna seperti tekanan dari industri atau elit bisnis juga dapat mempengaruhi efektivitas pengawasan. Kompleksitas dan keragaman industri pertambangan juga dapat menjadi faktor yang membuat pengawasan menjadi lebih sulit dilakukan. Industri pertambangan seringkali melibatkan banyak pihak, termasuk perusahaan besar, pemilik tambang kecil, dan aktor-aktor lokal lainnya, yang membuat pengawasan menjadi lebih rumit. Kurangnya transparansi dalam proses perizinan dan tata kelola tambang juga dapat menyulitkan upaya pengawasan.

Budaya korupsi yang masih mendarah daging di beberapa sektor pemerintahan, yang menghambat upaya untuk memberantas praktik korupsi. Faktor ini bisa meliputi rendahnya kesadaran akan pentingnya integritas dan etika dalam pelayanan publik, serta kurangnya insentif atau hukuman yang cukup tegas bagi pelaku korupsi. Dengan memahami faktor-faktor ini, dapat disimpulkan bahwa lemahnya pengawasan pemerintahan pusat dalam kasus ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal, tetapi merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor internal dan eksternal yang kompleks. Maka, perbaikan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk peningkatan koordinasi antarlembaga, penguatan kapasitas sumber daya manusia, pemberian insentif untuk integritas, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu.

REFERENSI

Frinaldi, A. (2024). Penguatan Lembaga Masyarakat Adat Dan Penegakan Hukum Lingkungan Pertambangan Timah Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 Di Bangka Belitung. Quantum Juris: Jurnal Hukum Modern, 6(1).

Evana, E., & Hendrawaty, E. (2024). Investigasi Korupsi. Penerbit Tahta Media.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline